Bahagia Bersama AirAsia Usai Putus Cinta


Patah hati memang begitu getir dirasakan, apalagi jika hal tersebut terjadi setelah 3 tahun lamanya berpacaran. Padahal, kami kian serius menjalin hubungan, bahkan berencana berlanjut ke jenjang pernikahan. Namun Tuhan sepertinya memang berkehendak lain. Alih-alih hidup bahagia bersamanya, saya justru harus rela berpisah dengannya.

Kecewa berat tentu tak bisa terelakkan, tetapi tak ada gunanya juga terus-terusan menyesal, apalagi sampai menyalahkan Tuhan. Berhari-hari hidup seolah tak ada gairah. Pagi siang sore, saya hanya bermain HP tanpa guna. Hingga pada akhirnya, tebersit ide untuk menjauh sejenak.

Setidaknya bisa mengunjungi suatu tempat yang orang-orangnya hampir tak ada yang saya kenali. Saya butuh menemukan pandangan baru untuk menghidupkan lagi semangat hidup yang sempat meredup. Syahdan, sebuah email newsletter dari AirAsia BIG yang muncul di HP, bertepatan dengan fokus mata memandang. Save More with AirAsia. Begitu kira-kira judul subjek emailnya.

Promo yang menarik, cukup memantik semangat saya untuk perlahan bangkit, setelah membaca email sambil tengkurap dan bermalas-malasan di atas kasur. Mata saya tertambat pada Penang yang menjadi salah satu destinasi utama AirAsia.

Mungkin Penang bisa menjadi tempat yang cocok untuk refreshing sejenak, pikir saya, sesaat setelah melihat banner digital dalam email AirAsia yang saya terima lewat smartphone.

Akhirnya Terbang ke Penang dengan AirAsia

Beruntung, saya masih bisa mendapatkan promo terbang hemat Surabaya-Penang dari AirAsia. Harga yang begitu terjangkau, membuat saya tak berpikir lama untuk booking tiket pesawatnya via aplikasi AirAsia.

Begitu pula saat tiba pas hari H. Proses boarding menjadi lebih mudah dan cepat, berkat kehadiran mesin check-in mandiri AirAsia di Bandara Internasional Juanda Surabaya. Bahkan, saya bisa memilih kursi sesuai keinginan, dan duduk dekat jendela pesawat tetap jadi favorit saya.

Setelah semua proses beres, saya akhirnya terbang pagi dari Surabaya. Kira-kira 3 jam penerbangan lamanya, saya pun tiba dengan aman dan lancar di Penang International Airport.

Meski ada fasilitas gratis bagasi hingga 15kg, tetapi saya memilih pergi dengan membawa barang seperlunya dalam satu ransel saja. Dari bandara, saya memilih naik Penang Rapid Bus dengan kode 401 menuju Komtar, baru setelah itu saya lanjutkan berkeliling George Town.

Karena perut cukup lapar, saya putuskan makan Nasi Lemak di sebuah kedai. Tak ada agenda pasti yang saya siapkan, atau kuliner apa saja yang harus saya makan saat di Penang.

Saya ingin benar-benar menikmati perjalanan kali ini senatural mungkin. Menelusuri jalan bermodalkan peta wisata, mencicipi kuliner yang tampak ramai dikunjungi, hingga mengunjungi tempat demi tempat tanpa perlu terburu-buru.

Menemukan Jawaban di Penang

Sejak siang hari di kedai Nasi Lemak waktu itu, tanpa sadar banyak tempat telah saya kunjungi di Penang. Meski masih serumpun Melayu dengan Indonesia, nyatanya kadar ‘asing’ Penang cukup membuat saya nyaman.

Keinginan sejenak untuk mengunjungi tempat asing, rasanya terkabulkan, walau secara geografis sebenarnya Penang tidaklah terlalu jauh dari Indonesia. Namun bukan itu esensinya, budaya yang berbeda, kehidupan sosial yang tak sama, hingga bahasa untuk berinteraksi yang bukan bahasa Indonesia, mampu menghadirkan hal baru sebagaimana yang saya harapkan.

Dalam hati, saya berucap, sepertinya inilah yang saya cari. Hari demi hari senyum saya makin mengembang menjelajahi Penang. Satu demi satu, tempat indah di Penang saya kunjungi.

Mulai Bukit Bendera yang menyuguhkan panorama Penang dari ketinggian 833mdpl secara 360 derajat, kuil Wat Chaiyamangalaram yang tenang dengan patung Buddha tidur, Kek Lok Si Temple dengan patung perunggu Guan Yin setinggi 302m yang megah, dan beberapa tempat lainnya.

Namun, ada satu tempat yang cukup spesial buat saya selama di Penang, yaitu kawasan Penang Street Art. Kawasan UNESCO World Heritage Site di George Town tersebut, bukan hanya menawarkan mural-mural karya seniman jalanan kelas dunia, tetapi juga mempertemukan saya dengan beberapa orang yang cukup menginspirasi.

Bahagia Bersama AirAsia Usai Putus Cinta

Pertama, ada Schulz, dia orang Jerman. Interaksi kami terbentuk setelah ia meminta tolong saya memotretnya di depan lukisan populer ‘Kids on Bicycle’ karya Ernest Zacharevic. Sikapnya yang supel, membuat kami bisa mengobrol dengan nyaman.

Yang mengejutkan saya, di balik pembawaannya yang tampak periang, Schulz ternyata sempat mengalami krisis percaya diri. Traveling perlahan membuatnya bisa menemukan siapa dirinya, membuatnya bisa hidup lebih bahagia, dan paling penting ia mulai bisa mencintai dirinya sendiri.

Menurutnya mencintai diri sendiri adalah hal terpenting, sebelum mulai mencintai orang lain. Kalimat yang disampaikan dalam suasana ngopi yang santai itu pun, begitu mengena buat saya.

Mencintai diri sendiri adalah hal terpenting, sebelum mulai mencintai orang lain

Schulz, Penang.

Setelah berpisah dengan Schulz, saya melanjutkan menikmati sore dengan menyusuri jalan demi jalan di George Town. Seorang anak kecil yang berlarian dengan riang, menarik perhatian saya.

Keceriaannya sempat membuat saya iri. Betapa enak jadi anak kecil yang tampak selalu bahagia. Namun, tiba-tiba ia tersandung dan menangis. Seorang perempuan lantas memanggilnya.

Bahagia Bersama AirAsia Usai Putus Cinta

Perempuan tersebut terlihat memilin sebuah gelang dan beberapa kerajinan dari benang. Sepertinya mereka turis yang sedang berjualan untuk menambah bekal perjalanan.

Kemudian, saya putuskan untuk menghampiri. Saya awali interaksi dengan memuji karya-karyanya yang cantik. Seperti dugaan saya, Sena, begitu perempuan tersebut menyebutkan namanya, memang sedang berjualan karya kecilnya untuk menambah dana perjalanan, sekaligus uang jajan Fester, anak lelakinya.

Keduanya berasal dari Australia. Hampir sebulan lamanya, Sena dan Fester berada di Penang. Mereka pun masih ingin lanjut berkelana ke berbagai negara. Sena sangat mencintai Fester. Baginya, Fester adalah cahaya hidupnya.

Traveling bisa membuat orang lebih bahagia

Sena, Penang

Ia juga mengungkapkan traveling memberikan banyak perubahan positif, baik baginya maupun Fester. Di luar dugaan, Sena pun mengaku jika dirinya dan Fester pernah mengalami masa sulit yang begitu berat. Namun sejak berkelana bersama sebulan terakhir, ia kini bisa menjadi lebih bahagia, terutama Fester, lantaran tak lagi berjumpa dengan orang-orang yang menyakitinya.

Dari mereka berdua, saya akhirnya bisa mendapatkan sebuah pelajaran hidup, jika saya bukanlah satu-satunya orang yang bernasib malang. Bisa saja, kedua masalah mereka, atau orang lain di dunia ini, lebih berat dari apa yang saya alami. Namun, ada hal yang lebih penting untuk dicari setelah tumpukan masalah hidup tersebut mendera, yaitu kembali bahagia.

Ada hal yang lebih penting untuk dicari setelah tumpukan masalah hidup tersebut mendera, yaitu kembali bahagia

Tommy, Penang.

Kembali Bahagia Bersama AirAsia

Bahagia Bersama AirAsia Usai Putus Cinta

Lima hari lamanya saya berada di Penang. Seperintang waktu itu pula, saya telah menemukan banyak ‘jawaban’. Meski kelana saya tak sejauh Schulz, atau tak simultan seperti Sena dan Fester, tapi saya merasa hidup saya kembali bahagia.

Selepas puas berkelana di Penang, saya pun memutuskan untuk kembali pulang ke Indonesia, sesuai jadwal tiket penerbangan balik menggunakan AirAsia yang juga sudah saya pesan di awal. Boarding yang mudah dengan mesin check-in mandiri AirAsia, lagi-lagi membuat saya bisa memilih kursi di dekat jendela pesawat. Penerbangan saya ke Surabaya dari Penang International Airport pun berjalan lancar.

Selama penerbangan, saya cek masih ada sisa Ringgit di dompet. Mencium aroma gurih yang menggugah selera, perut saya mulai keroncongan. Kebetulan ada pramugari AirAsia yang datang menawarkan menu ‘SANTAN’ andalan AirAsia.

Mata saya terpaku dengan Nasi Lemak Pak Nasser. Saya ingat, saat awal tiba di Penang, sajian tersebut adalah kuliner khas Penang pertama yang saya coba. Makanan itu pula yang bikin saya jadi berenergi, membuka simpul senyum karena kelezatannya, hingga membuat saya bersemangat menjelajahi Penang.

Bahagia Bersama AirAsia Usai Putus Cinta

Saya ingin akhir penjelajahan di Penang kali ini juga bisa ditutup dengan lezatnya Nasi Lemak. Sebab, setibanya di Surabaya, saya berharap bisa kembali hidup ‘normal’, sebagaimana semangat saya menjelajahi Penang usai makan Nasi Lemak.

Puji syukur, makanan tersebut ada dalam daftar menu penerbangan AirAsia rute Penang-Surabaya. Terlebih lagi Nasi Lemak Pak Nasser menjadi salah satu menu lezat yang sangat populer sekaligus berharga terjangkau yang dihadirkan AirAsia, sehingga tak ada alasan untuk tak mencobanya.

Dengan layanan terbaik, sekaligus pengalaman terbang yang luar biasa, tak salah jika AirAsia dinobatkan sebagai World’s Best Low-Cost Airline dari Skytrax selama 11 tahun berturut-turut. Maka tak berlebihan jika di akhir kisah, saya bilang: kembali bahagia bersama AirAsia usai putus cinta. Terima kasih AirAsia.

Drama Charger di Bangkok


Tuktuk di kawasan pecinan Bangkok, Thailand

It’s like not legit traveling without getting a drama, but damn tonight’s drama is not cool!

Gerutu tersebut terus berulang, seakan merutuk kebodohan diri yang tiada habis-habisnya. Padahal sejak awal, saya begitu tenang melenggang keluar rumah menuju bandara.

Tak ada sedikit pun gelisah, seolah semua sudah disiapkan secara sempurna. Apalagi sejak awal tiba di Suvarnabhumi saya melangkah dengan yakin dan santai, lantaran ini juga bukan ke Thailand untuk pertama kali.

Sebelum melenggang keliling beragam lokasi, saya ke hotel dulu menaruk barang sekalian check in karena tiba di Bangkok siang hari. Melihat simbol baterai pada ponsel yang berwarna merah, saya putuskan untuk mengisi daya terlebih dulu.

Dengan tenang, charger tinggal saya colokkan tanpa lagi kaget, “loh kok bentuknya beda?” Terlalu ceroboh kalau sudah beberapa kali berkunjung, tetapi tak mengantisipasi hal-hal kecil semacam ini.

Begitu juga saat mengecek kamera yang ternyata dayanya tinggal separuh, tenang saya ambil adaptor untuk menyambungkan charger. Dengan persiapan yang memadai saya pun optimis bisa menjalani pelesiran mandiri kali ini.

Siang berlalu, beberapa tempat berhasil saya kunjungi sesuai itinerary sejak hari pertama. Dari nostalgia ke Wat Pho, Grand Palace, dan Wat Arun hingga kulineran di beberapa pasar tradisional, semua berjalan lancar. Hingga sore di hari kedua, kartu memori pada kamera yang penuh akhirnya memaksa saya mengeluarkan laptop untuk memindah foto.

Andai bukan karena ada urusan pekerjaan, niscaya saya enggan bopong laptop ke luar negeri. Meski baterai pada laptop masih penuh saat saya hidupkan, entah kenapa saya tiba-tiba tertarik merogoh charger dalam tas.

Satu per satu item kabel saya keluarkan. Perasaan pun mulai tidak tenang. Semua barang dalam tas kini mulai saya tumpahkan di atas kasur hotel. Panik pun mulai menggelayut, sampai tas saya jungkir berulang kali demi memastikan kabel yang saya bawa bukan saja charger tustel dan ponsel.

Buru-buru saya langsung mematikan laptop, setelah tahu charger laptop tak ketemu. Sebab, kebutuhan utama menggunakan laptop justru Sabtu dan Minggu. Tujuan membawa laptop pun, agar semua agenda dan urusan di Thailand bisa saya bereskan sembari liburan.

Sayang drama tersebut seketika membuat saya cemas bukan kepalang. Dengan laptop yang sanggup bertahan 9 jam, rasanya saya hanya bisa menggunakannya untuk sehari. Cukup merepotkan jika harus mencari warnet dadakan di luar negeri, terlebih banyak file penting sudah saya siapkan di laptop. Bakal terasa percuma jika laptop saya akhirnya tak bisa digunakan sesuai rencana.

Beruntungnya, setelah berupaya berkoordinasi dengan tim di Indonesia, pekerjaan saya pun dapat di-back-up. Meski saya bisa melanjutkan liburan sesuai jadwal, tetapi setumpuk pekerjaan harus siap saya libas sepulang dari Thailand.


Moral value: jangan gampang yakin dan tenang sebelum benar-benar memastikan persiapan jalan-jalan secara maksimal. Terutama dengan perintilan kecil dan berwarna serupa seperti charger.

Terpaksa Joging Menyusuri Sentosa Loop di Singapura


Badan rasanya langsung terhentak untuk bangun, setelah alarm ponsel berbunyi entah untuk yang ke berapa kali. Dengan kepala agak pening imbas bangun tiba-tiba, saya langsung mengambil ponsel yang sudah tergeletak di lantai. Beruntung lantai kamar Hard Rock Hotel ini berlapis karpet tebal, jadi tak sampai menyebabkan ponsel lecet atau bahkan remuk.

Lanjutkan membaca Terpaksa Joging Menyusuri Sentosa Loop di Singapura

Terjebak Halloween


Setelah lelah beraktivitas seharian, paling pas rasanya pulang ke rumah dan lekas membersihkan diri. Lalu, santai sejenak di sofa, sekadar menghabiskan sisa malam dengan menonton tayangan komedi ringan di televisi.

Lanjutkan membaca Terjebak Halloween

Rasanya Makan Emas…


Special dinner with luxurious dishes made by Michelin Star Chef.

Entah kenapa kalimat tersebut tertulis dalam daftar agenda yang harus saya penuhi hari itu. Bisa dijemput dari Bandara Changi Singapura pakai Alphard saja rasanya sudah istimewa. Pun bisa rehat cuma-cuma di kamar deluxe suite Hard Rock Hotel Resorts World Sentosa (RWS) Singapura, rasanya masih tak percaya.

Lanjutkan membaca Rasanya Makan Emas…