One Fine Day in Batam


Sepuas-puasnya menikmati view indah dari beragam spot di Jembatan Barelang, akhirnya saya hanya mampu bertahan nggak lebih dari satu jam. Teriknya matahari Batam yang seolah sekilan di atas kepala, lama-lama membuat kepala saya puyeng sendiri akibat kepanasan. Sampai-sampai menelan ludah saja seretnya nggak keruan, karena tenggorokan ikutan kering kerontang. Setelah rembukan bareng-bareng, akhirnya kami memutuskan untuk menuju destinasi lain di Batam. Sempat terjadi ‘adu kepala’, karena masing-masing punya ide memilih destinasi di Batam selanjutnya.

https://www.instagram.com/p/_stwxDy8Fa/

Saya sih cuma menyimak sambil bergumam dalam hati, “Semoga mimpi kedua saya ikut terwujudkan!”. Saat ada yang mengusulkan ke Nagoya Hill, lagi-lagi saya berdialog dalam hati, “Yah, masa dua kali ke Batam, dua kali juga melihat deretan ruko di Nagoya Hill”. Namun, ketika teman saya bilang ke Batam Center, karena pertimbangan ada lebih banyak spot yang bisa dikunjungi, saya pun langsung jingkrak-jingkrak kegirangan dalam angan! Masih mengundang keraguan, tapi kala mulut saya – yang kadang saya benci karena suka nyeletuk nggak sekehendak hati, bilang, “Aku traktir nonton deh, kalau di Batam Center ada bioskop!”, serentak kecuali saya bilang, “YEIY!”, mengiyakan setuju semua ke Batam Center. Sialan!

Berbeda dengan Balerang yang memang sama-sama nggak tahu, kali ini beberapa di antara rombongan yang ikut mbolang ke Batam, ada yang pernah berkunjung dan pastinya tahu arah jalan menuju Batam Center. Otomatis saya pun harus bilang ke Google Maps!, “Kali ini sampai di sini saja, ya, terimakasih!”. Dari Jembatan Barelang tinggal balik menyusuri Jalan Trans Balerang, melalui Jalan LetJend Suprapto dan Jalan Jend. A. Yani. Karena saya agak ragu dengan daya ingat mereka, akhirnya saya mendadak labil dan memohon bantuan lagi pada Mbah Google Maps!

Mulai saya tarik koordinat dengan lokasi tujuan adalah Masjid Raya Batam. Dari review yang saya baca, masjid termegah se-kota Batam ini berada di satu kompleks Batam Center. Setelah menemukan titik koordinatnya, rupanya dari perempatan Jalan Jenderal Sudirman, tinggal menyusuri Jalan Jend. A. Yani sampai ujung. Sejak di perempatan Jalan Jenderal Sudirman bakal melewati 3 perempatan, namun abaikan saja dan tetap lurus. Hingga perempatan ke-4 di Jalan Engku Putri, tengoklah ke kanan jalan ada Masjid Raya Batam dengan menaranya yang menjulang. Tapi, nggak bisa langsung belok ke masjid, karena perlu putar balik di bundaran Jalan Engku Putri. Baru deh bisa masuk Masjid Raya Batam.

Welcome to Batam’s Sign!

Karena waktu zuhur masih kurang sekitar 30 menit, kami nggak langsung ke masjid. Teman saya malah merekomendasikan ke landmark paling terkenal di pusat Kota Batam. Apalagi kalau bukan tulisan ‘WELCOME TO BATAM’ yang terinsipirasi dari landmark pusat kota Los Angeles, California, ‘HOLLYWOOD’. Baru saja mengeluarkan kamera, belum sempat jepret, sudah dibikin melongo dengan tingkah emak-emak sosialita yang selfie berlama-lama plus menguasai area berfoto. Kelar satu rombongan, giliran bapak-ibu pejabat berpakaian batik ikutan resek selfie berlama-lama mengabaikan saya yang berdiri kepanasan dengan menenteng kamera! Mbokyah kasih kesempatan yang jauh-jauh dari Malang ini!

https://www.instagram.com/p/_srSARS8Ny/

Mungkin karena lapangan beton yang menjadi spot favorit untuk foto berlatar tulisan ‘WELCOME TO BATAM’ ini memantulkan terik matahari yang panas, lama-lama bapak-ibu yang ke-alay-annya 11:12 dengan ABG tersebut enyah dengan sendirinya. Sontak, saya yang sudah mirip jemuran basah karena berpeluh keringat, langsung menjepret sepuas-puasnya dan secepat-cepatnya mengantisipasi alayers jilid dua, tiga dan seterusnya. Demi dapatkan hasil terbaik, beragam angle pun saya bidik, sampai dibelain ndlosor-ndlosor segala.

No Sarung Inside Mosque!

Kebetulan pas jeprat-jepret saya kelar, suara azan zuhur dari menara Masjid Raya Batam berkumandang. Kebetulan lagi, nggak jauh dari lokasi saya membidik landmark kota Batam, ada orang jualan Es Cincau. Serunya, yang jualan orang Jawa, jadi kami sempat bersenda gurau menggunakan Bahasa Jawa! Baru setelahnya kami bergegas ke masjid. Nggak seperti kebanyakan masjid yang berkubah, bagian atap Masjid Raya Batam justru berbentuk limas segi-empat serupa piramida. Tepat di sampingnya berdiri terpisah menara masjid yang nggak kalah unik bentuknya setinggi 66 meter.

DSC03320.JPG
Meski kece abis, tempat ibadat segede Masjid Raya Batam nggak menyediakan sarung untuk salat! [Fotografer: Iwan Tantomi]

Saya akui arsitektur outdoor maupun indoor masjid ini sangat indah. Pemilihan bahan marmer sebagai lantainya, membuat suasana dingin begitu terasa, kontras dengan hawa panas di Batam yang menyengat ubun-ubun. Tapi, kekaguman saya sedikit tergores kelimpungan tatkala masjid segede ini nggak menyediakan sarung. Bukan salah takmirnya pula sih nggak menyediakan sarung. Saya-nya saja yang nggak cepat memahami kondisi. Muslim Melayu sangat tabu mengenakan sarung untuk salat apalagi jalan-jalan keluar.

Mereka menganggap sarung sebagai sandangan untuk melakukan hubungan suami-istri, sehingga saat saya menanyakan sarung ke takmir, si takmirnya langsung melotot. Begonya, saya melotot balik karena nggak bisa mencerna ketabuan si takmir. Sebagai ganti ketiadaan sarung, masjid justru menyediakan jubah untuk salat. Jadilah dandanan saya mendadak ala bangsawan Timur Tengah yang mengenakan dishdasha atau jubah putih panjang menjuntai, tanpa Shemagh dan Igal (kain penutup kepala khas Arab berbentuk persegi motif kotak-kotak putih-merah dan tali kepala warna hitam).

DSC03331
Interior Masjid Raya Batam. Sekalinya masuk sini, saya (kudu) salat pakai jubah! Truly, it was an unforgettable day! [Fotografer: Iwan Tantomi]

Meski jamaah seisi masjid nggak menatap saya aneh, tapi pas salat seolah dari segala penjuru menatap saya sambil tertawa cekikikan. Haish! Salat pun jadi nggak tenang. Duh Gusti, mugi Panjenengan maklumi lan nerami ibadat kulo! (Ya Tuhan, semoga Engkau memaklumi dan menerima ibadat saya!) Pelajaran yang bisa dipetik: bila seorang Muslim, bawalah sarung sendiri untuk keperluan salat saat plesir ke Batam atau lebih amannya pakai celana panjang. Catet!

Ujung-ujungnya Nge-mall!

Usai salat zuhur, mata saya tertuju dengan beragam bangunan yang ada di kompleks Batam Center. Nggak jauh dari Masjid Raya Batam, terdapat kompleks gedung-gedung perkantoran pemerintah Kota Batam. Dari semua gedung, yang paling ikonik adalah gedung Wali Kota Batam yang tampak modern. Di dekatnya terdapat Astaka MTQ Nasional ke-XXV di Dataran Engku Putri, Batam Center. Sekadar informasi, kompleks bangunan yang mengadopsi rancang bangun, khususnya bagian kubah yang mirip Raudah (kubah hijau) Masjid Nabawi Madinah ini merupakan venue perhelatan Musabaqah Tilawatil Quran (MTQ) – semacam seni baca alQuran atau qiraah dengan lantunan nada yang telah disesuaikan, tahun 2014 silam. Kompleks ini memiliki 3 pintu gerbang dan menara kembar gerbang selatannya terlihat jelas dari Masjid Raya Batam.

DSC03342
Kantor Wali Kota Batam dan menara kembar Astaka MTQ Dataran Engku Putri menjadi landmark Batam Center selain Masjid Raya Batam [Fotografer: Iwan Tantomi]

Kawasan di jalan Engku Putri boleh dibilang Central Business District-nya Batam. Ada banyak gedung perkantoran yang nggak kalah jangkungnya dengan Jakarta, termasuk mall. Teringat tawaran traktiran nonton, teman-teman akhirnya menggiring saya ke Mega Mall Batam Center. Selain ukurannya yang lumayan gede, kenyataan pahit melihat bioskop di sini ternyata XXI membuat saya bergidik. Dalam hati saya berdialog, “Buset, kalo jadi beneran traktir selusin orang nonton di XXI, apa kabarnya kehidupan gue yang masih 5 hari lagi di Bintan?”.

Herannya, hal yang sempat mengernyitkan kening tersebut nggak benar-benar kejadian. Entah sebuah keberuntungan atau bukan, yang jelas kali pertama masuk mall, kami langsung hilang, mencar muterin mall 4 lantai ini sendiri-sendiri. Bahkan, saat saya sudah beneran di depan XXI, cuma satu orang yang bareng sama saya. Sampai akhirnya saya menawarkan diganti makan saja, mereka nurut sih, tapi, ya, begitu selama hampir sejaman nggak kumpul-kumpul. Ada yang shopping bajulah, sepatulah dan lain-lain. Lama-lama saya bosan sendiri dan capek mencari mereka, hingga akhirnya berhenti di toko merchandise, beli deh sedikit oleh-oleh khas Batam.

DSCN1662.JPG
Karena lagi Natal-an, pernik di Mega Mall Batam Center bertaburan bintang dan berhamburan diskon, hingga bikin rekan mbolang saya yang tadinya ngirit jadi bablas gesek kartu debit. Halah! [Fotografer: Iwan Tantomi]

Setelah kaki saya gempor naik-turun eskalator dan balik lagi ke basement dengan niatan menanti mereka di pintu keluar-masuk mall, eh, lha kok langsung balik ketemu, lengkap lagi personelnya! Beginilah jadinya kalau masuk mall bareng manusia yang doyan shopping, habis ngilang nongol-nongol bawa belanjaan. Selain sebagai ikon belanja, mall di Batam juga menjadi ikon kemajemukan penduduknya. Saya pikir dengan banyaknya bangunan bernuansakan Islam, dandanan pengunjung mall-nya syariat banget. Nggak tahunya, baik yang Islam maupun bukan, Melayu, Tionghoa, Jawa hingga India, tumplek blek membaur dalam mall. Bahkan, pengunjung berpakaian ngirit seperti yang gampang ditemui di mall-mall Jakarta, juga bisa dijumpai dengan mudah di Mega Mall Batam Center.

Kelamaan ngemall tahu-tahu sudah mau asar, kami pun akhirnya bergegas balik ke Pelabuhan Telaga Punggur, agar nggak ketinggalan kapal terakhir menuju Bintan. Gelak tawa selama perjalanan pun nggak bisa terlepaskan hingga kami berada di kapal RoRo. Kendati plesir saya ke Batam kali ini lebih singkat, nggak lebih dari 9 jam, saya cukup senang karena mimpi untuk melihat langsung Jembatan Balerang dan foto berlatar tulisan ‘WELCOME TO BATAM’ akhirnya terkabulkan. Yang nggak kalah penting, mbolang singkat saya ke Batam kali ini benar-benar menambah banyak cerita, banyak pengalaman dan pastinya banyak kenalan!

IMG_8550.JPG
Pertemuan 9 jam bareng mereka di Batam bikin perjalanan saya penuh cerita, kenangan dan pastinya menambah daftar kenalan. Ugh, jadi rindu deh! [Hak Milik Foto: Widyuta]

Sekembalinya di Tanjung Uban, saya menunaikan janji mentraktir mereka. Bukan di XXI sih, bukan restoran mahal pula. Tapi di warung sederhana pilihan mereka. Duh, pokoknya mereka pengertian banget deh dengan traveling budget saya! Meski hanya jamuan sederhana, paling nggak pertemuan singkat ini bisa memberikan kenangan sekaligus selipan kegembiraan buat mereka yang sedang menjalankan sebuah pengabdian. Oh, Guys, all you had made my journey more meaningful than I guessed. Proud of you and I thankful I could have met some heroes of SM-3T. It was a one fine day, indeed. Contrary to popular believe, traveling alone to Batam isn’t that bad, after all.


Terimakasih sudah mengikuti sekuel perjalanan saya di Batam 🙂

sekuel 1: Hello (Again) Batam! | sekuel 2: Find Balerang, Help Me Google Maps! | sekuel 3: One Fine Day in Batam

Diterbitkan oleh

Iwan Tantomi

A strong walker who likes to travel and eat Indonesian foods. Also a professional editor, a blogger, a man behind the camera. And, wanna friendship with me?

12 tanggapan untuk “One Fine Day in Batam”

Tinggalkan komentar

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.