Find Barelang, Help Me Google Maps!


DSCN1678-001.JPG
Loket karcis pelabuhan Telaga Punggur Batam [Fotografer: Iwan Tantomi]

Hampir sejaman berlayar dari Bintan, akhirnya Kapal RoRo yang saya tumpangi berlabuh juga di Pelabuhan Telaga Punggur Batam. Ini adalah pengalaman pertama saya masuk Batam lewat pelabuhan, karena yang sebelumnya dari Bandara Juanda Surabaya langsung cus ke Bandara Hang Nadim Batam. Jika sebelumnya saya ke Batam agak ekslusif karena memang undangan event, kali ini saya benar-benar mbolang dengan uang seadanya dan rute perjalanan nunut sesampainya.

Serunya, saya nggak bareng satu, dua atau tiga orang teman, tapi ramai-ramai. Mereka adalah teman-teman SM3T yang kebetulan sedang liburan sekolah, terus ikut gabung keluyuran ke Batam. Sedangkan lucunya, kami baru saling kenal di dermaga pelabuhan, waktu itu juga!

Melipir ke Warung Padang

Karena berangkatnya kepagian (untuk ukuran orang Bintan, jam 5.30 masih dianggap pagi buta, karena matahari memang baru melipir ke atas sekitar 7.30-an), kami sama-sama nggak sempat sarapan. Biar mbolangnya lancar, akhirnya dari pelabuhan diputuskan mencari warung makan (termurah)! Di sinilah saya mulai tersenyum lega, karena dipertemukan dengan selusin orang yang ternyata nggak rewel soal makan, dan yang paling penting kami punya kemiripan: sama-sama ngirit pas lagi keluyuran! Buktinya? Rumah Makan Padang dekat jalan akhirnya jadi jujukan untuk sarapan!

DSC03233.JPG
Warung Padang nggak jauh dari Pelabuhan Telaga Punggur, recommended banget bagi yang doyan makan, tapi irit pengeluaran! [Fotografer: Iwan Tantomi]

Kata teman saya, sih, murah, tapi saya agak sangsi mengingat di Jawa, semurah-murahnya masakan Padang, masih jauh lebih murah Warteg atau Pecel Pincuk Blitar! Tapi saya tahu batasanlah, masa saking ngiritnya, makan di Warung Padang aja perhitungan? Tak berselang lama, sepiring nasi, ikan laut bumbu kuning khas Padang dan sayur nangka muda bumbu rendang plus sambal hijau mampir di hadapan saya. Rupanya, Nasi Padang ala Batam menanggalkan daun singkong. Soal rasa, sebandinglah dengan harga murah yang ditawarkan, tapi soal porsi recommended deh untuk ngobatin perut keroncongan.

Karena saya selalu meyakini ‘beda daerah beda budaya beda pula makanannya’, di Warung Padang ini pula saya mulai melihat perbedaan. Pertama adalah teko plastik yang mirip teko jin warna keemasan berisikan air putih, hampir menghiasi setiap meja. Saya pikir itu teko air minum, tapi kok nggak ada gelasnya. Malah di bawah tekonya ada semacam wadah serupa panci rice-cooker berwarna senada. Nggak tahunya, itu teko untuk cuci tangan!

DSC03239
Teko Jin [Fotografer: Iwan Tantomi]

Bisa dibilang meletakkan ‘teko kobokan’ di meja ini bagian dari tradisi Melayu, agar selalu mencuci tangan dan membasahi piring setelah makan. Tujuannya agar rezekinya nggak kering atau seret. Untung niatan saya untuk meneguk air di teko tersebut karena haus akibat panasnya udara Batam, berhasil saya urungkan. Jika tidak, apa kata orang sekitar yang melihat saya minum air kobokan?

Hal berbeda lainnya yang bahkan langsung saya terima keanehannya adalah saat memesan air minum. Dengan pedenya saya melontarkan jawaban saat ditanya pelayan minumnya apa, “Es Jeruk satu!”. Bukannya langsung balik ke dapur dan membuatkan minuman yang saya pesan, eh, si pelayan malah bengong!

Saya baru paham, setelah teman saya menimpali, bila ada perbedaan penyebutan dalam bahasa Melayu. Aturannya begini:

Es Jeruk (asli) disebut Air Jeruk Dingin | Es Jeruk (sirup) disebut Air Asam Dingin | Es Teh disebut Teh Obeng | Teh Hangat disebut Teh O | Es Batu disebut Batu Es | Air Putih dan Es Batu doang disebut Air Kosong | Jeruk Hangat disebut Air Asam atau Jeruk Hangat.

Karena waktu itu masih loading, ujung-ujungnya bilang, “Sembarangan wes, ya, itu aja”, pada teman saya yang balik bertanya mau pesan minum apa. Jadilah es nutrisari hadir di depan saya. Owh, begini toh rupa Air Asam?!

Google Maps! We Need You!

Setelah perut terasa kenyang dan ngobrol ke sana-kemari sudah dirasa cukup untuk modal saling kenal, barulah saling bertanya, “Ini mau ke mana?!”. Sebelum saya menyebut ke Balerang, teman saya sudah lebih dulu menyebutnya. Nah, yang jadi masalah sekarang, dari selusin orang yang ada, belum pernah ada yang ke sana dan dipastikan nggak tahu arah jalan menuju Jembatan Balerang – yang ikonik jadi gantungan kunci oleh-oleh khas Batam itu. Di kala saling diam berpikir, tiba-tiba otak saya agak cemerlang dikit dan mencetuskan ide memanfaatkan GPS via Google Maps!

Saya pikir, dengan selusin orang, bakal panjang mikirnya karena kebanyakan ‘otak’, terlebih saya punya pengalaman menyebalkan kala mbolang 3 orang yang keukeuh dengan idenya masing-masing, gimana dengan 12 orang coba? Nggak tahunya, semua pada manut dan nurut untuk ikutan percaya dengan saya mengikuti arahan Mbah Google! Setelah smartphone saya utek-utek, ketemulah titik koordinat di mana Jembatan Barelang berada. Kemudian, saya tarik rute dari posisi saya berada, ketemulah waktu tempuh sekitar 39 menit menuju sana.

DSC03266
Jembatan Barelang yang saya impi-impikan akhirnya kenyataan! [Fotografer: Iwan Tantomi]

Dengan setengah nggak yakin, saya coba meyakinkan mereka, kami pun berjalan dengan tengok kanan-kiri, cepat saat jalan lurus, dan lambat saat ada pertigaan maupun perempatan. Maklum, si Mbah Google kan sering kasih informasi mendadak saat belok. Apalagi tahu jalan yang kami lewati adalah jalan protokol Batam, kami lebih berhati-hati, agar nggak salah berhenti maupun ngacir jalan berlawanan arah di jalan searah!

Rupanya dari arah Pelabuhan Telaga Punggur tinggal menyusuri Jalan Pattimura lurus searah ke Jalan Hasanuddin, berlanjut lurus lagi searah ke Jalan Jenderal Sudirman hingga di perempatan lampu merah dekat Carrefour Batam Muka Kuning, belok kiri menuju Jalan Jenderal A. Yani lurus searah melewati Jalan LetJend Suprapto hingga pertigaan belok kiri ke arah Jalan Trans Barelang. Tinggal lurus sekitar 15-20 menit, tampaklah kepala tiang Jembatan Barelang! Dengan kondisi jalan yang nggak begitu padat dan lancar estimasi waktu yang diberikan Google Maps cukup akurat.

Rute tersebut sebagian besar wilayah kota dan hanya butuh dua kali belokan, jadi nggak perlu khawatir tersesat. Jembatan Barelang menghubungkan 6 pulau sekaligus, yaitu Pulau Batam, Pulau Tonton, Pulau Nipah, Pulau Rempang, Pulau Galang dan Pulau Galang Baru. Nama BARELANG sendiri akronim dari BAtam, REmpang dan gaLANG. Dari ke-6 jembatan, jembatan pertama yang punya nama lengkap Jembatan Tengku Fisabilillah adalah yang paling besar dan ikonik. Sementara, view terbaik untuk melihat jembatan pertama adalah jembatan ke-2 di Pulau Tonton.

DSC03265.JPG
Jembatan Balerang ke-1 dilihat dari Jembatan ke-2 di Pulau Tonton. Suer! View-nya caem euy! [Fotografer: Iwan Tantomi]

Setelah mengendap cukup lama, akhirnya mimpi melihat langsung jembatan yang diprakarsai Pak Habibie dan dirancang murni oleh insinyur hebat Indonesia ini, terwujudkan dengan bantuan Google Maps! Saya pun nggak berhenti untuk kagum dan menikmati panoramanya, meski terik matahari membakar ubun-ubun dan orang lokal di dekat saya sempat nyinyir, “Jembatan gini aja kok dikunjungi, Mas!”, kala memastikan apakah jembatan yang sedang saya lihat, Barelang atau bukan. Dalam hati, saya menimpali, “Yeee, biasa aja kali, Pak! Namanya juga wisatawan!”.

IMG_8488.JPG
Wajah-wajah irit duit lagi buktiin jika jembatan di belakangnya adalah Jembatan Balerang asli bukan tiruan [Hak Milik Foto: Widyuta]

Namun, keaslian jembatan ini benar-benar terbukti, saat di ujung jembatan dari arah Batam, terdapat semacam monumen bertuliskan BARELANG BRIDGE! Di sanalah spot terbaik untuk foto-foto. Leganya!


Bersambung ke One Fine Day in Batam

Iklan

Diterbitkan oleh

Iwan Tantomi

A strong walker who likes to travel and eat Indonesian foods. Also a professional editor, a blogger, a man behind the camera. And, wanna friendship with me?

3 tanggapan untuk “Find Barelang, Help Me Google Maps!”

  1. bener banget tuh, kata teman kalo makan ala orang melayu, habis makan harus cuci tangan di atas piring biar basah piringnya, dulu awal2 di karimun bingung sama penamaan teh o, teh obeng disana.. lucunya teh o nggak dibaca teh tapi “te’ o”

    Disukai oleh 1 orang

Tinggalkan Balasan

Isikan data di bawah atau klik salah satu ikon untuk log in:

Logo WordPress.com

You are commenting using your WordPress.com account. Logout /  Ubah )

Gambar Twitter

You are commenting using your Twitter account. Logout /  Ubah )

Foto Facebook

You are commenting using your Facebook account. Logout /  Ubah )

Connecting to %s

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.