“Akhirnya ngerasain juga sahur on the road,” tukas saya di sela perjalanan balik selepas berburu midnight sale di Tunjungan Plaza.
Di luar perkiraan, perang harga murah rupanya bikin masyarakat kalap belanja. Parkiran salah satu mal elite Surabaya itu nyaris penuh. Imbasnya saat event berakhir, macet tak terelakkan.
Rencana lekas masuk gerbang tol pun tersendat dengan hiruk pikuk kendaraan yang memadati jalan. Jarum jam yang sudah melingsir ke arah fajar kizib, ditambah seruan sahur dari pelantang-pelantang masjid di kiri-kanan jalan, membuat kami spontan memutuskan sahur di tengah perjalanan.
“Eh, ini sekalian sahur on the road saja gimana?” Tami menawarkan.
“Padahal awalnya kan pengin makan malam, eh malah bablas sahur di jalan,” Okin menimpali.
“Enaknya ke mana Tom?” Denden bertanya. “Kalau bisa yang sejalur dengan rute kita.”
“Dekat sini ya? Hmm, rawon kalkulator mau?” Jawab saya.
“Aku Ok,” Tami merespon.
“Aku juga deh, keburu lapar,” tukas Okin.
“Ok, mari ke sana.” Denden melajukan mobil ke arah sentra kuliner di sekitar Taman Bungkul tersebut.
Sesuai perkiraan, Rawon Kalkulator cukup ramai pengunjung. Beruntung kami masih dapat kursi. Tanpa menunggu lama, lima porsi rawon tiba. Tumpukan perkedel di meja saji tak lupa diambil.
Kuliner yang menggunakan rempah keluwek ini sekilas tak ada bedanya dengan rawon pada umumnya. Namun, jika jeli mengamati potongan daging yang disajikan lebih besar dari sajian rawon kebanyakan.
“Kalau ‘kalkulator’-nya sendiri didasarkan pada apa sih, Tom?” Sambil mengunyah, Denden menyempatkan bertanya.
“Konon, penjualnya bisa menghitung semua tagihan pelanggan dengan cepat layaknya kalkulator, jadi dinamakan Rawon Kalkulator,” saya mencoba menimpali.
“Berarti semua harganya ini sama? Tinggal dikalikan saja dengan jumlah pesanan biar enggak ribet menghitungnya?” Okin coba menganalisa.
“Entahlah, namanya juga trademark, kadang muncul secara spontan dengan filosofi sekenanya,” jawab saya. “Yang penting enak, murah, dan enggak perlu antre lama.”
Secara harga memang cukup terjangkau Rawon Kalkulator ini. Seporsi dibanderol Rp25 ribu plus teh panas dan perkedel. Malam itu pun berlalu dengan canda-tawa sebelum akhirnya menelusuri kembali Tol Surabaya-Malang.
Enak ya. Kira-kira makannya bayar sendiri atau dibayari ya? Mahal.
SukaDisukai oleh 1 orang
Wkwkwk, enggak, bayar sendiri-sendiri.
SukaSuka
penasaran sm kupang lontong haha
SukaDisukai oleh 1 orang
Belum pernah coba sebelumnya? :)))
SukaDisukai oleh 1 orang
belum pernah ke sby nih, kalo rawon, lontong balap kan agak mudah ditemui di luar surabaya… kupang lontong ini yg belum 🙂 sebenarnya agak takut dan geli juga sih hihi
SukaDisukai oleh 1 orang
agendakan! nanti kita ketemuan tak ajak kulineran enak-enak di Surabaya. :)))
SukaSuka
Gak berani janji hahaha… kemaren mudik aja gak kemana2, mager di rumah selama 2 minggu.. cuma sekitaran boyolali salatiga aja
Btw, kalo takdir pasti ketemu sih 🙂 Makasih ya Tom buat invitation-nya….
SukaDisukai oleh 1 orang
wkwkw, santai santai.
SukaDisukai oleh 1 orang
mantap….
SukaDisukai oleh 1 orang