“Lega rasanya.” Dua kata tersebut serta merta tercetus setelah melalui jalanan yang lengang, bebas hambatan. Terdengar sepele, kan?
Sekarang coba bayangkan, bertahun-tahun lamanya berjibaku dengan kemacetan. Surabaya-Malang yang jaraknya tak seberapa, harus ditempuh sekitar 3 jam. Waktu tempuhnya pun kian lama, kala macet benar-benar melanda.
Stres, gerah, dan jengah pun akhirnya jadi paket komplit setiap kali harus ke Surabaya-Malang, atau sebaliknya. Bahkan, diam di dalam kota, akhirnya menjadi pilihan terbaik daripada harus ke mana-mana, karena jalannya hanya itu-itu saja.
Namun, segalanya berubah saat jalan tol baru, Malang-Surabaya akhirnya dibuka. Kendaraan mengalir lancar, pun bus-bus besar antar-kota melaju tenang tanpa perlu berulang kali memencet klakson.
Kabar gembira itu disambut antusias warga, berbondong-bondong mereka meluangkan waktu sekadar membuktikan desas-desus “Surabaya-Malang kini hanya 40 menit saja”.
Syahdan, Denden dan Okin mengajak ke Surabaya malam hari selepas kerja, seusai tarawih. Ada Tami yang bertugas mengordinasi. “Tom, kita mau ke Surabaya nih, mau ikut gak?”
“Kapan?”
“Malam ini?
“Hah, serius lu?”
“Ada midnight sale di TP, ada Denden sama Okin.”
“Mau borong nih?”
“Mumpung bareng anak hype beast, jadi bisa sekalian pilih baju yang sesuai tren juga, ha-ha.”
“Ok, jam berapa?”
“Delapan malam ya.”
Asas ontime sepertinya sangat tak berlalu malam itu. Denden yang konon mengajak, justru datang paling akhir. Yang lain sebenarnya gemas, tapi mau bagaimana Denden yang memfasilitasi mobilnya.
Jam 9 malam akhirnya sebuah Terios putih berhenti di depan rumah Tami, tempat kami berkumpul.
“Mobil siapa itu?” Tanya saya. “Denden bukan?”
Tami buru-buru mengecek ponsel, tetapi tak ada pesan yang masuk. Akhirnya kami langsung keluar untuk memastikan. Sontak saja, kami bertiga langsung melolong bak anjing memergoki maling.
“Woy, mobil baru ya?” Okin langsung menyergah.
“Bukan cuk, ini milik pacarku,” balas Denden. Di sebelahnya, ada Dita, calon istri Denden. Kami semua sudah berkawan lama, jadi tak begitu canggung jika saat keluar salah satu ada yang membawa pacar, karena masih satu circle pertemanan.
Ke Surabaya pun dimulai. Frustasi sempat menghinggapi ketika mobil terjebak pintu masuk tol Malang dari arah Karangploso.
“Gila, hampir 30 menit di sini aja,” Denden agak mendengus kesal.
“Enggak kok, di sini doang macetnha,” Dita menanggapi. “Kemarin aku lewat tolnya sepi-sepi aja.”
Sementara, saya, Okin, Tami, yang tak begitu tahu, hanya diam memaku. Beruntungnya, apa yang disampaikan Dita benar adanya. Sejak masuk di Gapura Tol Singosari, kami melaju pasti. Seolah tiada aral yang melintang, ia menyetir konstan dengan kecepatan 100km/jam. Benar saja, tak kurang 50 menit, kami akhirnya tiba di Surabaya lewat Gerbang Tol Waru. Leganya.
Dulu banget aku naik bus dari bungurasih ke terminal arjosari, aku lupa itu lewat tol apa nggak ya Tom, seingatku lewat porong..
SukaDisukai oleh 1 orang
Wkwkw, dulu gak ada tol mas, lewat tol baru pas dari Sidoarjo saja, sisanya ke Malang yang merayap di jalur reguler 😀
SukaSuka
Oh gitu hehehe, udah agak lama sih, jadinya lupa.. tp lumayan lancar, gak macet2 amat
SukaDisukai oleh 1 orang
Betul, coba mas kalau main ke Jatim. 😀
SukaSuka
Mbiyen aku sempet motoran, kena macet, grimis, koplingan sisan…
SukaDisukai oleh 1 orang
Kok combo nasibmu mas haha
SukaSuka
Siap Tom 🙂 mudah2an ya…….
SukaDisukai oleh 1 orang
Amiiiin. 😀
SukaSuka
Sip
SukaDisukai oleh 1 orang
Mohon maaf lahir dan batin ya mas
SukaSuka
Ohya, sugeng riyadi ya Tomi, maaf lahir batin juga 🙂
SukaDisukai oleh 1 orang