“Naik kereta kali ini terasa wasting time banget, ya.” ungkap Denden. “Tujuh belas jam duduk, kalau naik pesawat sudah sampai Eropa nih.”
“Kayaknya ini bakal jadi yang terakhir deh, naik kereta lintas kota yang jauh begini,” Ayu yang duduk di kursi sebelah saya dan Denden turut menimpali.
Tanpa ada aba-aba resmi, kami bertiga lantas tertawa sendiri merasakan kondisi yang tak lazim ini. Hanya Adis yang pulas bersandar pada jendela kereta, seolah waktu yang terasa lama ini biasa baginya.
Harusnya, hal serupa bisa saya maklumi juga. Naik kereta lintas provinsi macam ini bukanlah hal pertama. Bahkan dengan kelas ekonomi saja, kadang saya bisa tidur dengan tenang meski duduk bersesakan.
Padahal, kali ini naik kelas bisnis. Ruang yang agak lapang, semestinya bisa memberikan kenyamanan. Terlebih saya sudah menyewa bantal segala. Namun, rasanya hal itu terasa percuma, kala kereta berulang kali berhenti dalam durasi yang lumayan lama.
Posisi kursi yang tepat di bawah lampu juga membuat mata kian sukar terpejam. Sorot neon yang terlalu terang, seolah menembus penutup mata. Sampai-sampai bersembunyi di balik tirai jendela berasa sia-sia.
Gerusak-gerusuk akhirnya saya alami juga, sampai tak enak hati sendiri dengan Denden yang tampak tidur menggunakan penutup mata di sebelah. Sebagai pelipur gundah, saya sampai mondar-mandir lintas gerbong, keluar masuk toilet, hingga ngemil dan mengopi di restorasi entah yang ke berapa kali.
Setelah capai sendiri, saya kembali ke kursi. Berharap aktivitas tak berarti tadi menimbulkan lelah dan membuat kantuk datang menghampiri, justru hanya rasa pegal yang kini menghinggapi.
Di luar dugaan, Denden rupanya juga mengalami hal serupa. Tak berselang lama Ayu pun ikut bersua. Demi mengusir kebosanan, kegiatan kami sampai terulang berkali-kali. Dari mengobrol dan beradu gelak tawa, sampai menyibukkan diri dengan main game atau membaca, hingga bingung harus melakukan apa lagi.
Nelangsanya lagi, hal tersebut terpaksa kami alami sampai tiba di Malang keesokan pagi. Boleh dibilang untuk pertama kalinya, kami benar-benar mengalami mati gaya di kereta.
Rekor terlama ku naik kereta adalah Surabaya ke Jakarta, Kereta Ekonomi era 2013 yang sepertinya masih ada lalu lalang pedagang di dalam kereta.
Perjalanan pulang mati gaya sama sekali gak bisa tidur, padah sampai Surabaya senin pagi dan langsung masuk kerja.
SukaDisukai oleh 1 orang
Waduh, langsung kerja? Strong kali kamu kak. Haha. Aku ya tumbang alias bakal hibernasi seharian paling.
SukaSuka
kamu ngalami naik kereta jarak jauh pake tiket berdiri gak Tom? aku juga lho, gak bisa tidur kalo lampunya nyala …
SukaDisukai oleh 1 orang
Sering kalau berdiri dulu mas tapi hanya antar kota dalam satu provinsi, mati payah paling kalau sampai berdiri naik kereta lintas provinsi, haha.
Sampai sekarang ada sih tiket itu, cuma Surabaya-Malang lebih semacam KRL.
SukaDisukai oleh 1 orang
aku dulu sering lho pas jaman di jakarta, pasar senen – poncol, 8 jam wkwkw…. tapi ya duduk di lantai wkwkw
SukaDisukai oleh 1 orang
Iya dulu kayak sebodo amat duduk di lantai gerbong, sekarang mah boro-boro, kayak auto ogah, sudah sadar kebersihan, di samping dilarang sih, haha
SukaDisukai oleh 1 orang
betul, dulu missqueen kwkwkwkwkw #eh…. jadi gak ada pilihan lain, pesawat mahal, bus males lama
SukaDisukai oleh 1 orang
Iya nih, napa juga belakangan rute domestik makin mahal gila aja, giliran pada hijrah ke luar dikatain gak nasionalis. Ya kali, Paulina.
SukaDisukai oleh 1 orang
Waduh kalau lampu itu ampun-ampun dah, ngarep gitu suatu saat nanti KAI bikin lampu gerbong kereta bisa dua jenis kayak bus malam, jadi penumpang bisa istirahat dengan nyaman, haha
SukaDisukai oleh 1 orang
kelas bisnis emang nanggung wkwkw, kalo mau yg agak redup ya kelas eksekutif, tapi buatku ya harus dibikin capek dulu kalo mau naik kereta bia bisa tidur 🙂
SukaDisukai oleh 1 orang
wkwkwkwk, iya sih, kelas kaum menengah, diperlakukan dua sisi, kayak orang kaya tapi gak lupa asalnya. Nanggung betul. Haha
SukaDisukai oleh 1 orang
yups … budaya kita sebagian orang malah ga bisa tidur kalo lampunya mati
SukaDisukai oleh 1 orang
sabar Armando #hug
SukaDisukai oleh 1 orang
Aku kemarin pas ke Bandung juga serasa mati gaya. Nggak bawa buku bacaan pulak. Cuma bisa mejamin mata yang gak kerasa ngantuk.
SukaDisukai oleh 1 orang
Wkwkwk, iya, masih mending kamu mas berangkat dari Yogyakarta, lah yang dari Malang kerasa banget panasnya di pantat haha
SukaSuka
Kelas bisnis, kelas legend nih mas.
Dulu selalu naik ini jaman bocah, sampai jaman kuliah di Jogja pun kalau balik Bandung selalu naik kelas ini. Ruang kakinya lega, juga posisinya bisa dibalik.
Sayang skrg udah banyak berganti jadi kelas premium
SukaDisukai oleh 1 orang
Nah, kelebihan bisnis Malabar memang pada kursinya yang bisa dibalik. Tapi, kalau pas malam kekurangannya beberapa kursi langsung menghadap ke lampu langsung, jadinya gak nyaman buat istirahat khususnya buat yang nggak biasa tidur dalam kondisi cahaya terang.
SukaSuka
Iya sih. Lampu kereta bisnis ndak bisa diredupkan.
Tinggal malabar, senja/fajar jogja, gumarang, dan ranggajati nih yang pakai gerbong bisnis 😀
SukaDisukai oleh 1 orang
Berharap masih dipertahankan, tapi juga tak ada salahnya diberikan sedikit pembaruan macam lampu gitu biar sama-sama bikin nyaman penumpang seiring pergantian zaman. 😀
SukaSuka
Mungkin kalo perjalanan siang akan beda cerita? Kalo malem yg terpamoang di balik jendela cuma gelap sih, ga ada yg bisa dilihat 🙄
SukaDisukai oleh 1 orang
Wkwkwk, betul banget. Mungkin kalau siang akan beda. Tapi, sayang aja kalau siang yang waktunya buat berjelajah masih duduk manis di kereta. Apalagi buat yang travelingya singkat, perjalanan siang amat tak dianjurkan. Haha
SukaSuka
Aku baru bener2 frustasi itu nyoba naik sritanjung. Sampai Gubeng, okelah. Tapi begitu sampe Probolinggo menjelang sore udh pegel semua. Jember dan memasuki kabupaten Banyuwangi sudah frustasi, ga nyampe-nyampe. Mana banyak berhentinya -___-
Tapi naik Serayu dr Senen ke Purwokerto malah menyenangkan sekali. Dan kebawa di badan ga kerasa pegel-pegel entah kenapa. Padahal juga 12 jam 😀
SukaDisukai oleh 1 orang
Nah, kadang gitu itu kualami juga, mungkin mood dan lingkungan sekitar juga pengaruh kali ya. Nggak bayangin orang-orang yang saban minggu kudu bolak balik naik kereta jarak jauh. Strong banget tuh. Haha
SukaSuka