Raja Sehari di Singapura


 

Sebelum Terminal 4 dioperasikan, penerbangan low cost carrier ke Singapura mengharuskan saya mendarat di Terminal 1 Bandara Changi. Usai itu, saya masih perlu bergegas ke stasiun skytrain menuju Terminal 2, atau kalau tak memungkinkan ke Terminal 3. Hanya di dua terminal itulah, stasiun mass rapid transit (MRT) menuju pusat kota Singapura dari Changi, sementara berada.

Sesampai di Terminal 3, lagi-lagi saya harus berjalan menuruni anak tangga. Sebab, stasiun MRT tepat di bawah terminal kedatangan gedung tersebut. Sebelum itu, tiket MRT tentu harus saya beli. Atau untuk alasan praktis, saya akan memilih top up kartu eMoney EZlink, agar tak bolak-balik beli tiket saat hendak naik MRT.

Setelah semua beres, MRT pun bisa saya naiki dengan tenang. Sesekali train system map saya amati, sekadar memastikan green line yang saya lalui benar menuju stasiun Tanah Merah. Usai turun, saya lanjutkan naik MRT di green line berikutnya yang mengarah ke Joo Koon. Perjalanan dengan MRT kemudian saya akhiri dengan berhenti di exit City Hall.

Selain mulai menyusuri downtown Singapura, petualangan barang kali akan saya lanjutkan sembari mencari hostel murah yang sudah saya pesan, jauh-jauh bulan sebelumnya—pakai promo pula. Selayaknya backpacker, nyaris restoran fancy saya hindari, apalagi pusat perbelanjaan seperti Orchard Road, hanya sanggup saya pandangi. Tujuan saya pun satu, hanya ingin menikmati Singapura semampu yang saya bisa.

Namun, hari itu berbeda. Tak biasanya saya naik Singapore Airlines ke Negeri Singa. Berkat penerbangan full service airlines, saya jadi tak perlu pindah terminal dengan skytrain. Pun begitu saya juga tak perlu repot-repot naik MRT seperti biasanya waktu ke Singapura. Cukup ke pintu keluar, menemui orang yang sebelumnya menelepon saya.

Tak sulit untuk menemukan orang tersebut. Dengan ciri-ciri berbadan besar, berkacamata hitam, berkulit gelap serta beretnis India, seorang laki-laki terlihat jelas memegang kertas bertuliskan nama panggilan saya. ‘Mr Tommy’ begitu rupa tulisan tersebut.

Usai berkenalan dan bercakap sejenak, ia lantas menuntun saya untuk mengikutinya. Tak banyak kata, selain dengan gegas mengajak saya turun ke tempat parkir dengan lift kaca—yang nyaris tak pernah saya ketahui lokasinya di Terminal 3.

“Please wait here!” tiba-tiba ia meminta.

Sontak saya berhenti, mengamati laki-laki yang enggan menyebutkan namanya tersebut, berlari ke sela-sela mobil-mobil mewah yang terparkir. Tak berselang lama, Alphard putih berhenti di hadapan saya. Pelan, nyaris tak bersuara, pintu mobil mewah itu terbuka secara otomatis. Tentu saya tengok kanan-kiri. Memastikan kondisi, jika bakal ada tuan tajir yang akan masuk ke mobil itu.

“Please come in, sir!” Suara lantang tiba-tiba saja terdengar dari dalam mobil. Betapa terkejutnya, setelah tahu suara tersebut berasal dari laki-laki yang saya temui sebelumnya.

“Sorry, it’s gonna take me to the Resorts World Sentosa, right?”

“Sure, let’s go!”

Pintu mobil akhirnya ditutup. Saya kenakan seat belt, duduk di bangku tengah, sendirian. Beragam makanan dan air mineral tersaji di depan kursi. Lelaki itu lalu menarik tuas kemudi dengan cekatan. Ia menjamu saya dengan ramah bak tuannya sendiri. Lantas, ia membawa saya menyusuri jalan bebas hambatan Kota Singapura secara aman dan nyaman.

Tak lebih dari 15 menit, saya tiba di Resorts World Sentosa (RWS) tanpa repot, hingga tiba di Hard Rock Hotel. Dari pintu depan, seorang pria muda berseragam rapi dengan rambut klemis menyambut saya. Rupanya ia adalah bell boy yang mengarahkan saya ke meja resepsionis.

“Good afternoon, glad to meet you at The Hard Rock Hotel of Resorts World Sentosa, Singapore, Sir. May I know your invitation letter from us?” Tanya si mbak resepsionis.

Tentu saya langsung menunjukkan dua lampir kertas yang mereka pinta. Berkat kertas itu saya bisa check-in gratis di hotel bintang lima tersebut. Tak berhenti di situ, usai mandi dan berganti pakaian, saya dijamu full course dinner buatan Michelin chef hingga berkeliling dan mencoba beragam wahana sepuasnya di Universal Studios Singapore keesokan harinya. Oh, what a wonderful day!

Mungkin begitulah rasanya jadi raja sehari di Singapura.

Diterbitkan oleh

Iwan Tantomi

A strong walker who likes to travel and eat Indonesian foods. Also a professional editor, a blogger, a man behind the camera. And, wanna friendship with me?

26 tanggapan untuk “Raja Sehari di Singapura”

  1. Asiknya. Memang duit bisa membuat hidup ini nyaman banget ya. Semoga lebih sering jadi raja di Singapura atau di manapun, Mas. Bacanya saja sudah senang apa lagi kalau mengalami ya

    Disukai oleh 1 orang

      1. Tentang hal yang kamu suka, tak harus travelling. Suatu saat kesempatan untuk diundang itu pasti ada. Kebetulan saja yang kugeluti travelling, undangannya jadi tak jauh² dari bidang itu. :))

        Suka

  2. Aku suka lho ke Orchard Road. Bukan buat belanja atau window shopping, tapi Orchard adalah kawasan yang nyaman untuk pedestrian. Trotoarnya lebar, rindang, dan sejuk. Kalo beruntung, bisa jajan uncle ice cream seharga 1 SGD yang populer itu. Kalo mau makan, tinggal melipir ke basement Lucky Plaza di mana foodcourt mura tersedia.

    Keren, bro! Menang lomba, kerjasama, atau reward apa nih?

    Disukai oleh 1 orang

Tinggalkan Balasan ke haniseptiana Batalkan balasan

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.