Hilangnya Purnama di Langit Ampera


2016_0914_07273400-01-01-1266441394.jpeg
Purnama di atas Ampera [Foto: Iwan Tantomi]

Valentine? Imlek? Ah, Februari memang selalu jadi bulan kenangan. Momen di mana kami akhirnya bisa bertemu. Bertatap muka langsung. Memadu kasih, dalam temaram lampu Ampera, serta gemercik debur ombak Sungai Musi yang tak pernah sepi.

Kami begitu menikmati malam-malam itu. Setidaknya setahun sekali, kami merayakan anniversary. Persis, seperti remaja pada umumnya. Namun percayalah, kami tak berlebihan sebagaimana remaja sekarang kebanyakan.

Tak ada bunga. Tak ada cokelat. Apalagi permata, belum sanggup saya membelikan untuknya. Dapat melihat wajah satu sama lainnya, sudah bukan kepalang bagi kami senangnya.

Kami bersenda gurau. Sesekali bermain UNO. Memang permainan kartu ini kurang seru jika dimainkan dua orang, tapi begitulah cara kami membangun hubungan. Alih-alih aneh, kami justru terkesan.

Jenuh dengan obrolan, kami lantas berjalan-jalan. Tak jauh, masih di sekitar Ampera yang tak pernah lengang. Mencicipi pempek hingga es kacang merah. Jika masih lapar kami kulineran.

Kadang kami makan mie celor. Kadang saya pesan laksan, ia pilih celimpungan. Kadang kami ke martabak Har, menikmatinya malam-malam. Paling favorit, tentu saja Pindang Patin Mbok War. Sensasi ‘perahu bergoyang’ sontak membuat kami tak bisa makan dengan tenang.

Namun, tiada momen yang mudah lekang, selain menikmati tempoyak di bantaran Musi. Kami menikmatinya berdua, sembari melihat pendaran lampu Ampera di malam hari. Apalagi alam tampak merestui kami, dengan mendatangkan rembulan sebagai saksi.

“Jarang-jarang bisa melihat purnama di atas Ampera,” ucapnya. “Langka,” demikian saya menanggapinya. Kami memandangnya bersama.

Sayang, awan kelabu tiba-tiba datang menghampiri. Menutupi binar Dewi Malam. Serta merta menggantinya dengan guyuran hujan.

Kami berlarian mencari peneduh. Melihat dari jauh wadah tempoyak yang tertinggal kehujanan. Tak ada lagi sisa keriangan yang bisa kami tampilkan. Kami hanya membisu. Syahdan, hilangnya purnama di langit Ampera malam itu, menjadi hulu kenangan seperempat windu.

Diterbitkan oleh

Iwan Tantomi

A strong walker who likes to travel and eat Indonesian foods. Also a professional editor, a blogger, a man behind the camera. And, wanna friendship with me?

18 tanggapan untuk “Hilangnya Purnama di Langit Ampera”

Tinggalkan komentar

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.