Seperti namanya, Provinsi Kepulauan Riau memang terdiri dari beberapa pulau. Salah satunya ada Pulau Kelong (dibaca seperti kata ‘gentong’ atau ‘engkong’). Dari cerita teman saya, akses menuju Pulau Kelong terbilang sulit. Jarang ada kapal besar, seperti ferry (MV) apalagi kapal Roll On Roll Off (RoRo), karena memang perairannya dipisahkan selat dengan jarak pulau yang tak terlalu berjauhan. Untuk kali pertamanya, saya akan membuktikannya langsung anggapan tersebut, tentunya bersama teman yang sudah sering bolak-balik ke Pulau Kelong.
Selain itu, ketidaktersediaan infrastruktur pelabuhan yang memadai, menjadi alasan dermaga di wilayah ini jarang disinggahi kapal besar. Satu-satunya transportasi yang bisa dimanfaatkan adalah perahu bermotor yang biasa dikenal sebagai pompong. Perahu motor ini merupakan transportasi utama masyarakat pesisir menuju ke berbagai pulau.
Titik terdekat penyeberangan dari pulau Bintan menuju ke Pulau Kelong berada di Kijang Kota. Daerah ini sebenarnya sebuah kelurahan yang berada di kecamatan Bintan Timur. Sekitar 23 km atau 32 menit ke arah timur dari pusat kota Tanjung Pinang. Ciri khas yang paling mencolok dari Kijang Kota adalah infrastruktur berupa ruko berderet 2-3 lantai yang mengapit jalan raya, mirip Nagoya Hill yang ada di Kota Batam. Setibanya di Kijang Kota, saya langsung menuju pelabuhan Barek Motor, dermaga terdekat menuju Pulau Kelong berada.
Karena tidak ada loket karcis, pembayaran bisa langsung diberikan ke pengemudi pompong. Sekali berlayar menuju Pulau Kelong dipasang tarif Rp10 ribu. Jangan lupa, untuk menanyakan apakah pompong tersebut akan ke Pulau Kelong atau tidak. Biasanya, rute menuju Pulau Kelong jadi satu dengan Tenggel dan Air Glubi. Tepat pukul 5 sore, pompong yang saya naiki akhirnya mulai berlayar.
Sekadar informasi, pompong hanya ada mulai pukul 10 pagi, 12 siang serta jam 3 dan 5 sore. Begitu terasa 45 menit berlalu, mengarungi lautan sembari diiringi musik latar etek-etek, akhirnya pompong yang saya naiki merapat ke badan pompong lainnya. Kaki saya pun akhirnya menjejak langsung di Pulau Kelong untuk kali pertamanya.
Secara administratif, Pulau Kelong masuk wilayah desa Kelong. Bersama-sama dengan Kelong, Pulau Poto, Pulau Baru, Pulau Numbing, Pulau Mapur dan pulau-pulau kecil lainnya, desa Kelong masuk kecamatan Bintan Pesisir, Kabupaten Bintan. Bahkan di Pulau Kelong ini pula, kantor kecamatan Bintan Pesisir didirikan. Alih-alih terisolasi, desa Kelong justru sudah dialiri listrik meski setiap jam 6-9 pagi ada pemadaman rutin. Mungkin untuk efisiensi energi mengingat gardu listrik PLN di sini berdiri mandiri.
Di pulau ini juga, bisa ditemukan puskesmas, pasar, masjid, sekolah SD hingga SMP. Akses jalan penghubung antar dusun juga memadai. Masing-masing rumah sudah berhiaskan parabola, yang itu artinya bisa menikmati akses informasi dan berita dari layar kaca. Secara demografis, penduduknya adalah pendatang atau transmigran dari Jawa. Sebagian lagi warga Riau asli dari etnis Melayu dan Tionghoa. Di pulau ini ada semacam Taman Pendidikan al-Quran, yang digelar setelah salat magrib.
Daya tarik utama dari Pulau Kelong adalah panoramanya. Lanskap tanah merah berpadu lautan hijau dan langit biru dalam satu horison, menjadi sajian khas yang bikin saya terbengong akan keindahan Pulau Kelong. Gratis memang, hanya untuk menemukan lokasi menawan ini perlu menerobos hutan pinus yang diapit danau dan pantai. Selain itu, kelembapan udara yang tinggi, menjadi ekstra tantangan untuk menjelajahi pulau mungil ini.
Sekalipun sinar matahari di pulau ini begitu terik dan cukup menyengat ubun-ubun, tetapi saya dan beberapa rekan berlanjut trekking hingga akhirnya menemukan padang tandus yang hanya ditumbuhi herba dan rerumputan. Serius, panoramanya membuat saya terbengong untuk kesekian kalinya! Bukan, bukan karena jelek, tetapi saya begitu takjub ternyata panorama demikian bukan saja ada di Afrika, melainkan juga Indonesia.
Tak berselang lama, kami juga akhirnya menjumpai danau semacam bekas galian yang cukup luas. Sisa-sisa kemarau panjang begitu terlihat dari pemandangan di sekitarnya. Lebih spesifik lagi, bekas tanah yang merekah masih terlihat begitu jelas tergenang di bawah danau. Lagi-lagi, saya terbengong untuk kesekian kali. Betapa tidak, harusnya air yang menggenangi masuk di antara rekahan tanah. Namun, seolah tanah tersebut padat, genangan air hujan ini justru membentuk ceruk dangkal nan luas, hingga meninggalkan fenomena alam di Pulau Kelong yang langka.
Walhasil, pemandangan alam di Pulau Kelong ini pun menurut saya berpotensi mengundang banyak wisatawan jika bisa dikelola dengan baik. Ada banyak sekali titik-titik menarik untuk dijelajahi, dan memikat hati untuk dijadikan spot berfoto diri. Dan, jika ada orang bijak yang bilang, “Di balik tempat terpencil, selalu ada surga yang tersembunyi”, maka Pulau Kelong-lah salah satu bukti nyatanya.
Kalau bawah airnya gimana Tom? Sempat main air gak?
SukaDisukai oleh 1 orang
Nah, sempat kepikiran gitu, tapi ombaknya gede banget juga tak ada fasilitas menyelam yang menunjang, jadi cukup riskan kalau nekad nyemplung.
SukaDisukai oleh 1 orang
Oo gitu, soalnya di foto-fotomu kelihatannya tenang banget 🙂
SukaDisukai oleh 1 orang
Tenang dari kejauhan, tapi kalau didekati ombaknya ngeri banget.
SukaSuka
bukan Kelong ya bacanya?
SukaDisukai oleh 1 orang
Awalnya kukira demikian, tetapi menurut petuturan lokal ternyata bacanya begitu.
SukaDisukai oleh 1 orang
hihihi, aku taunya Kelong yg semacam anjungan buat mancing di laut
SukaDisukai oleh 1 orang
Wah aku yang malah baru dengar mas, kalau Kelong itu itu sebutan untuk anjungan buat mancing. Bahasa Jambi kah?
SukaDisukai oleh 1 orang
istilah di kepri, banyak tuh di bintan arah ke trikora 🙂
SukaDisukai oleh 1 orang
Owh, tahuku gonggong, enak tuh. haha.
SukaDisukai oleh 1 orang
Aku baru denger ada pulau Kelong. Nice share mas
SukaDisukai oleh 1 orang
Tapi pernah main ke Bintan, mas?
SukaDisukai oleh 1 orang
Belum mas, ajak aku dong 😀
SukaDisukai oleh 1 orang
Wah, monggo banget, mas. 😀
SukaSuka
asik banget nih jalan-jalan sampai ke ujung negeri. lanskap alamnya unik, bro!
tetep, aku encourage kamu buat pasang minimal 1 foto yang keliatan kamunya 😀
SukaDisukai oleh 1 orang
Haha, always ya. Next post kumasukin deh, soalnya yang pas ke sini gak sempat ambil foto diri yang pas, malah foto ramai² yang banyak. 🙂
SukaSuka
hahaha siaaappp!
SukaSuka
kalau pantainya gmn mas? berlumpur gitu atau pasir?
SukaDisukai oleh 1 orang
Sebagian berlumpur mas terutama yang dekat kawasan mangrove. Kalau yang berpasir tak selembut kebanyakan pasir pantai, warnanya merah, serupa remukan batu bata, nyaris di seluruh pulau begitu semua jenis tanahnya. 🙂
SukaSuka
ga suka gonggong, berlendir kaya umbel :p
SukaDisukai oleh 1 orang