Terpanggil ke(m)Bali


kelingking
Kelingking Beach, salah satu destinasi di Bali yang ingin amat saya kunjungi. [Foto: © balifunky.com]

Barangkali kita masih ingat, beberapa waktu sebelumnya Bali dinobatkan sebagai destinasi terbaik dunia oleh TripAdvisor. Predikat tersebut diraih Sang Pulau Dewata dalam gelaran Traveller’s Choice Awards 2017. Sedikit mundur ke belakang, Bali bahkan dinobatkan sebagai pulau terbaik dunia selama 12 kali berturut-turut pada gelaran DestinAsian Readers Choice Award (RCA).

Namun, bagi saya Bali lebih dari sebuah pulau terbaik dunia. Bali adalah surga. Tak sekadar beriklim hangat layaknya Hawaii. Juga tak semata memeliki pasir putih dan lautan biru jernih layaknya Maladewa. Pun tebing karang eksotis dan beragam resor mewah sebagaimana di Kepulauan Karibia. Terlalu mudah menemukan panorama-panorama jamak seperti itu di Bali.

Sekali lagi, buat saya Bali lebih dari itu. Bayangkan, sebelum mendarat di bandara Ngurah Rai saja, sudah disambut dengan megahnya Tol Bali Mandara, lengkap dengan Gunung Agung yang menjulang setinggi 3,142 mdpl ke angkasa. Bali juga punya Gunung Batur. Walau tingginya hanya 1.777 mdpl, tetapi kekayaan dan keindahan alamnya mampu membuat UNESCO mengakuinya sebagai Global Geopark sejak 2012 silam.

Sebagai sebuah ‘surga’, Bali juga memiliki banyak air terjun. Sekumpul adalah salah satunya. Dikelilingi vegetasi hutan hujan tropis yang rapat, air terjun setinggi 100 meter di Buleleng ini bukan saja membuat decak kagum turis non-tropis. Masyarakat tropis, seperti saya pun bakal terkesima memandanginya.

Kemudian saat bicara pantai, Bali rasanya tak perlu diragukan lagi. Enggan beramai-ramai menikmati matahari terbenam di Kuta atau Sanur, Bali menyuguhkan banyak pantai tersembunyi, seperti Green Bowl di Ungasan. Bahkan, ada yang bilang ‘Bali itu semakin tersembunyi semakin memikat hati’. Sebut saja Devils’s Tears Bay di Nusa Lembongan, kemudian Angel’s Billabong dan Broken Beach di Nusa Penida. Siapa yang bakal menolak ketika diajak ke sana?

Namun, itu masih tak seberapa. Bali masih punya pesona lainnya. Pedesaan adalah salah satunya. Betapa damainya bersepeda menyusuri jalan yang diapit persawahan di kanan-kiri. Sesekali berjalan kaki, menghirup segarnya udara di balik hijaunya terasiring Tegallalang di Ubud, Bali. Bukan itu saja, Bali juga kaya sungai berair jernih yang seru untuk berarung jeram seperti di Telaga Waja, Denpasar. Bayangkan, betapa nyatanya wujud surga di Pulau Dewata.

Kesempurnaan Bali kian tercipta lewat suguhan kulinernya yang menggugah selera. Ayam Betutu, Nasi Jinggo, dan Sate Lilit. Ah! Siapa yang rela melewatkannya? Puas di mata, nikmat di lidah, hal lainnya yang akhirnya mampu menjadi paripurna kesempurnaan Bali sebagai surga wisata terbaik dunia adalah budaya dan adat istiadatnya.

Betapa Ogoh-Ogoh dan Perayaan Nyepi yang begitu memikat hati. Upacara Ngaben yang begitu sakral sekaligus mengundang rasa penasaran. Juga atraksi Tari Kecak saat senja di Pura Uluwatu yang membuat pelesiran ke Bali semakin berkesan. Rasanya semua hal itulah yang membuat saya ingin pergi ke Bali, lagi dan lagi.

 

Diterbitkan oleh

Iwan Tantomi

A strong walker who likes to travel and eat Indonesian foods. Also a professional editor, a blogger, a man behind the camera. And, wanna friendship with me?

26 tanggapan untuk “Terpanggil ke(m)Bali”

Tinggalkan komentar

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.