
Tak sekadar jadi desa wisata, Gubugklakah juga menyimpan kisah revolusioner dalam menyejahterakan warganya.
āSilakan diminum tehnya,ā ucap seorang lelaki paruh baya. Purnomo Anshori namanya. āPanggil saja Pak Anshori,ā begitu ia mengenalkan dirinya. Ia merupakan ketua lembaga Desa Wisata Gubugklakah (DWG) yang berada di kecamatan Poncokusumo, kabupaten Malang. Sekitar 23km kalau dari kota Malang.
Kebetulan, malam itu saya dan beberapa rekan, anggap saja sebagai pemerhati desa wisata, menginap di rumahnya. Rumah Pak Anshori cukup besar, wajar jika dijadikan penginapan. Kami menempati lantai dua, sementara lantai pertama merupakan kediamannya dan keluarga. Seteguk teh pun akhirnya saya rasakan kehangatannya. Mengawali jumpa pertama kami, sekaligus untuk mengakrabkan diri di ruang tamu lantai dua kediaman Pak Anshori.
āDi Gubugklakah ini ada berapa penginapan?ā tanya saya, membuka obrolan. Ia menerangkan ada sekitar 76 rumah penduduk yang dijadikan rumah singgah di Gubugklakah. Usaha tersebut sebenarnya bagian dari swadaya warga untuk mewujudkan sebuah desa wisata.
āPenduduk di sini sebenarnya mayoritas petani. Cuma yang punya mobil kami minta membuka jasa menjemput tamu. Biasanya dari stasiun,ā terang Pak Anshori, āYang punya jeep nanti bisa membawa wisatawan ke Bromo. Nah, yang tidak punya mobil, nanti bisa membuka homestay dan perkebunan apelnya untuk agrowisata.ā
Ia menerangkan bila omzet rumah singgah di DWG bisa sampai Rp500 juta per bulan, dengan harga sekitar Rp150 ribu per malamnya. Saat hari-hari biasa, DWG bisa didatangi 200 wisatawan setiap bulan. Sementara saat musim liburan tiba, 1000 wisatawan bisa hilir-mudik berdatangan.

Pak Anshori begitu menggebu bercerita. Melanjutkan penjelasannya nyaris tanpa jeda. Dari yang awalnya sekadar basa-basi, kami lantas tertarik lebih dalam untuk memahami. Secangkir teh panas, saya teguk kembali. Tinggal fokus mendengar, tanpa banyak tanya, Pak Anshori pun lanjut berkisah.
āDulu Gubugklakah ini hanya dilewati saja oleh wisatawan yang mau ke Bromo, Semeru atau Tengger. Jika terus begitu, kami, warga desa, berpikir tak akan bisa menumbuhkan perekonomian desa. Padahal, Gubugklakah kaya potensi alam dan budaya,ā tutur ketua forum komunikasi desa wisata se-kabupaten Malang ini.
Ia juga menuturkan budaya asli Tengger dengan dialek khasnya juga jadi kearifan lokal yang patut diangkat. āNamun, sejak 2010, warga berinisiasi untuk mewujudkan sebuah desa wisata,ā sambungnya.
Sebagai langkah awal dibentuklah Lembaga Desa Wisata (Ladesta), yang perlahan lebih akrab dikenal sebagai Kelompok Sadar Wisata (Pokdarwis) Gubugklakah. Tepatnya pada 20 Agustus 2010 silam. āTugas Pokdarwis ini memberdayakan warga untuk lebih sadar wisata, termasuk membuka homestay, menjadi pemandu wisata dan juga operator jasa transportasi wisata,ā imbuh Pak Anshori.
Tak ayal berkat upaya tersebut Gubugklakah semakin dikenal namanya. Bukan saja di kalangan wisatawan, bahkan berulang kali menyabet penghargaan nasional. Menjadi jawara tiga Desa Wisata Nasional dari Kemenpar 2014 silam ā setelah Desa Dieng Kulon, Banjarnegara dan Desa Panglipuran, Bangli, adalah salah satunya.

Berkat upaya tersebut, roda perekonomian desa berputar. Gubugklakah yang secara harfiah berasal dari dua suku kata āgubugā (tempat tinggal sederhana, gubuk; bahasa Jawa) dan āklakahā (dua belah bambu; bahasa Jawa-Tengger), perlahan menjelma jadi desa wisata sejahtera. Kontradiktif dengan citranya di masa lampau, di mana āGubugklakahā identik dengan kemiskinan penduduknya.
āAlhamdulillah, perekonomian warga Gubugklakah sekarang mulai menggeliat. Rumah-rumah sudah banyak yang layak huni. Padahal sebelum jadi desa wisata angka kemiskinannya masih tinggi,ā pungkas Pak Anshori.
Malam kian larut, tetapi belum ada tanda persuaan ini mereda. Seteguk teh saya seruput kembali. Kali ini dua kali. Sekadar menghangatkan badan, di tengah hawa dingin pegunungan yang mulai menyergah. Namun, letih di wajah tak bisa membohongi. Bisa jadi karena tak enak hati, Pak Anshori akhirnya pamit menyudahi. Menyilakan kami beristirahat, karena agenda sebenarnya justru bermula keesokan pagi.Ā Melihat potensi DWG dalam sehari.
Salut dengan semangat mereka memajukan desa mereka, dalam hal ini desa wisata. Lalu tidak hanya menjadi penonton saja ketika wisawawan yang ke bromo melewati desa mereka.
Sehingga bisa meningkatkan perekonomian warga setempat.
SukaDisukai oleh 1 orang
Betul, selama ini wisatawan tahunya Bromo, tapi jarang tahu Gubugklakah, padahal setiap mau ke Taman Nasional Bromo Tengger Semeru ya mesti kudu lewat Gubugklakah dulu.
SukaSuka
kabupaten purbalingga, yang notabene kab.tetangga hampir tiap desa dibentuk pokdarwis2, tidak heran jika purbalingga kini dikenal sebagai salah satu destinasi wisata yang cukup beragam. Banjarnegara? bukannya pesimis, tapi makin ke sini, banyak juga dibuka potensi lokal misal curug, kebun kopi yang mulai dirintis oleh para pemuda, belum semaju kab.tetangga memang, tapi patut diapresiasi
SukaDisukai oleh 1 orang
Tapi nihil premanisme kan? Atau oknum yg bikin “kuasa” di tempat wisata gitu di Banjarnegara?
SukaDisukai oleh 1 orang
sejauh ini aman kok, karena pemuda setempatlah yang mengorganisir jadi ya minim “palakisme”
SukaDisukai oleh 1 orang
Tinggal bergotong royong hidupkan ladestanya ya, biar Banjarnegara makin banya desa wisatanya.
SukaSuka
hooh setidaknya ada rintisan lah…semacam bukit asmara situk kan sekarang sudah banyak kemajuan, dulu pas pertama kali ke sana, penduduk sekitar masih gotong royong membersihkan lahan yang akan dijadikan tempat wisata
SukaDisukai oleh 1 orang
Nah, itu harusnya bisa jadi percontohan untuk calon deswita lainnya.
SukaDisukai oleh 1 orang
Sayang saya datang terlambat, tidak bisa berbincang lama dengan Pak Ansyori. Yang kuingat di Gubugklalah itu malah suasana santrinya, terlelas dari keseruan kita menikmati potensi yang ada di sana, suasana santri tetap melekat di hati saya.
SukaDisukai oleh 1 orang
Nah, itu, bisa kamu angkat jadi tema tulisanmu, mas. Biar beda. Mau kuangkat juga, khawatir bahasannya melebar ke mana-mana.
SukaSuka
Wah, menarik sekali tempatnya. Saya jauh nih, lintas pulau. Suatu saat bisa mengingjakan kaki ke tempat ini.
SukaDisukai oleh 1 orang
Tak ada yang mustahil asal ada kemauan, toh saya juga pernah ke Padang, Bukittinggi, Pariaman, padahal beda pulau? š
SukaSuka
jadi pengen jalan jalan lagi kalau liat postingan desa wisata, itu patung sapinya kayak di Boyolali kak š
SukaDisukai oleh 1 orang
Betul, hampir sentra agroindustri pemerahan susu sapi, di beberapa desa wisata di Malang memang ada patung sapinya, tapi mungkin patung sapi di Boyolali masih paling ikonik. š
SukaSuka
iya patung sapi boyolali ada yang guedeee banget dalamnya ruang
SukaDisukai oleh 1 orang
Boyolali memang gudangnya sapi, haha
SukaSuka
Keren, luar biasa masyarakatnya š
SukaDisukai oleh 1 orang
Betul, eh, dulu kita pernah lewat sini, pas BKL, pas bersih-bersih Ranupane. Tapi, paling masih belum mengerti desa itu namanya Gubugklakah.
SukaSuka
Hahaha, banyak temen yang pas dikasih tau “ketemuan di Gubug Klakah” terus malah nanya, “Gubug Klakah mana, jauh nggak tuh?” padahal sering bangeeet lewat
SukaDisukai oleh 1 orang
Makanya itu, banyak yang sering ke Bromo atau Semeru, cuma ya gitu, banyak pula yang kurang paham desa apa saja yang dilalui. š
SukaSuka
Beberapa kali kalau mau ke Gunung Bromo selalu lewat pintu di Probolinggo. Sungguh baru kemarin tahu kalau melalui sisi Malang ada homestay siap di Gubugklakah yang nyaman dan bisa sewa jeep naik Bromo dari desa tersebut. Jadi pingin balik ke Gubugklakah lagi dan njajal aktivitas rafting-nya nih.
SukaDisukai oleh 1 orang
Hokya, rafting di sana memang cukup tersohor, tapi sensasinya kurang lebih seperti tubbing gitu. Sama² di aliran Ledok Amprong. Cuma yg rafting posisinya agak di hulu, jadi derasnya arus lebih terasa. Lebih bisa bikin uji adrenalin, lah.
SukaDisukai oleh 1 orang
Dan jujur baru tahu nyata Gubugklakah ya kemarin itu, Banyak hal unik yang dimiliki desa ini, apalagi dikenal Desa Santrinya, dimana-mana ada santri, Apalagi yang pagi-pagi ada santri istigosah di gang kecil, khidmat banget baca doanya.
SukaDisukai oleh 1 orang
ku jadi pengen nginap di Homestay Pak Anshori lagi. Kangen soto ayam dan peyek udang. *Lapar
SukaDisukai oleh 1 orang
Pokok jangan di rumahnya ibu suri.
SukaSuka
iya kapok haha. Besar sih tapi ga bikin nyaman. XD
SukaDisukai oleh 1 orang
Yaktul.
SukaSuka
Nice Info gan!
SukaDisukai oleh 1 orang
Terimakasih. Sering² mampir, ya, Gan.
SukaDisukai oleh 1 orang
Aku jadi berpikir, kayaknya desa wisata ini bisa menjadi cara untuk mensejahterakan desa-desa ya. Aku yakin desa-desa itu punya banyak potensi, tinggal diberi trigger dari para pemerhati desa wisata, seperti kamu š
SukaDisukai oleh 1 orang
Betul, kak. Kadang kasihan kalau hanya dibiarkan, terus diperalat oknum yang mengatasnamakan investor, padahal sarat kepentingan politik. Ah, semua orang bisa kok jadi pegiat desa wisata, termasuk kamu, anggap saja ini misi sosial.
SukaSuka
Desanya memang seru owk, yang aku suka tuh iklim dan suhu udaranya, jadi mau jalan-jalan siang hari pun aku tidak takut kepasanan dan dehidrasi parah.
Rekomended lah besok kalau abis turun dari Semeru stay di sini 1 atau 2 hari,,
SukaDisukai oleh 1 orang
Lho kamu jadi ikutan rifki yang mendaki 14-16 Mei besok?
SukaSuka
Enggak Mas Tom, aku kan anak rumahan, ahaha jatah dolanku sudah habis, mau fokus jadi suami siaga aja…ahhaa
SukaDisukai oleh 1 orang
Asiiik, kabar² kalau sudah lahiran, yo, mas. Kali bisa jengukin ke Semarang.
SukaSuka
awakwak Nggih Mas Tom, nanti dikabarin,
Semarang panas mas, bawa telur mentah ke sini…
SukaDisukai oleh 1 orang
Tenang, aku dah 3 kali ke Semarang kok, sampai apal rutenya, bahaha. Tapi, kalau panas memang gak bisa bohong sih.
SukaSuka
kalau panas nanti gak usah pakai permen pedes aja Mas Tom,,
SukaDisukai oleh 1 orang
Sarungan?
SukaSuka
los losan…
SukaDisukai oleh 1 orang
Gubugklakah ini strategis, jalur sutra menuju Bromo atau Semeru. Ya, bagaimana lagi, memang jalur yang termudah hahahaha. Dan menurutku, desa ini paling representatif bagi wisatawan yang ingin singgah atau beristirahat sebelum atau sesudah perjalanan Bromo/Semeru, daripada di Desa Ngadas.
SukaDisukai oleh 1 orang
Sayang hanya segelintir orang yang tahu Gubugklakah
SukaSuka