
Candi Borobudur. Bagi orang Jawa Tengah, namanya mungkin sudah nggak asing lagi. Bahkan, jika boleh dibilang Candi Borobudur adalah wisata mainstream bagi kebanyakan orang Magelang. Sama mainstream-nya dengan anggapan orang Probolinggo terhadap Gunung Bromo, atau Pulau Sempu di mata banyak orang Malang.
Apalagi bagi mereka yang sejak lahir hidup bertetangga dengan tempat wisata, seringnya malah mengucapkan, “Apanya yang menarik sih, padahal ya gitu-gitu aja?”. Hal yang wajar, karena manusia diciptakan dengan sifat bosan. Segala hal yang hampir saban hari dilihat pun jatuhnya menjadi nggak lagi spesial.
Namun, akan lain ceritanya bila kita bukanlah orang asli ‘sana’. Jangankan destinasi Indonesia, jujukan wisata populer macam Venice di Italia, Eiffel di Perancis, Taj Mahal di India hingga landmark Singapura – yang notabene sudah dianggap mainstream oleh penduduk asli ‘sana’ atau orang yang berkali-kali sudah pernah datang ke sana, akan selalu dijadikan destinasi impian bilamana belum pernah datang langsung melihatnya.

Nah, hal inilah yang dialami teman saya dari Aceh. Sebut saja namanya Teuku. Sekalipun Candi Borobudur sudah dikunjungi berjuta-juta orang, termasuk saya, di mata Teuku Candi Borobudur tetaplah destinasi impian anti–mainstream. Sebagai backpacker yang berkesempatan kuliah di Malang, dia memang nggak sebatas ingin belajar. Sebaliknya, mengunjungi beberapa destinasi wisata yang tersebar di Pulau Jawa, termasuk Candi Borobudur adalah impiannya.
Bagi Teuku, dirinya hanyalah satu dari sekian juta orang Indonesia yang masih mengenal Candi Borobudur tak lebih dari sebuah ‘nama’. Warisan Dunia UNESCO yang kerap disebutkan dalam beragam literasi di bangku sekolah. Sebuah asumsi yang cukup membuat saya terhentak, karena di mata saya Candi Borobudur masuk kategori wisata mainstream di tengah menggeliatnya destinasi-destinasi wisata baru di Jawa Tengah. Sebut saja Umbul Ponggok di Klaten atau Punthuk Setumbu dan Gereja Ayam di Magelang yang tenar karena menjadi latar lokasi dalam film drama ‘Ada Apa Dengan Cinta 2’.

Belum lagi kehadiran beberapa wisata baru yang digandrungi berkat media sosial. Mulai Gunung Telomoyo, Air Terjun Kalipancur, Benteng Pendem, Brown Canyon, Bukit Diponegoro, Bukit Patah Hati, Bukit VW, Curug Lawe, Gunung Kendil, Hutan Pinus Kanyon, Pantai Baruna, Puri Maerokoco, Pondok Kopi, Danau Rawa Pening hingga Umbul Sidomukti – yang hampir semuanya masih berada di Semarang. Belum tempat wisata lainnya yang berpotensi di daerah-daerah lainnya di Jawa Tengah.
Banyaknya tempat-tempat menarik tersebut tentu bisa menjadi bukti bila pariwisata Jawa Tengah terus berkembang dari masa ke masa. Dan, tentu saja hal itulah yang memang selalu ditunggu-tunggu oleh wisatawan. Namun begitu, pesona Candi Borobudur tetaplah superior. Menjadi destinasi nomor wahid yang harus ditaklukkan ketika kali pertama menjejakkan kaki di Jawa Tengah. Setidaknya itulah yang Teuku dambakan.

Gara-gara itu pula saya tersadar, apalah arti sebuah kata ‘mainstream’ bila destinasi wisata tersebut senantiasa memesona untuk dinikmati. Berkali-kali ke Borobudur, hampir tak pernah sekalipun saya melihat Mahakarya Gunadharma ini sepi wisatawan. Itulah bukti jika pesona Borobudur nggak pernah padam. Dan, saya pun kian tertantang, saat Teuku mengajak saya backpacking menuju Magelang.
Kenapa Tertantang?
Diingat-ingat, 3 kali ke Candi Borobudur memang belum pernah sekalipun saya backpacking. Satu kali bersama keluarga, dan dua kesempatan lainnya dalam acara rekreasi lulusan sekolah. Perjalanan yang boleh dibilang eksklusif, karena traveling sudah terkonsep sedemikian rupa. Dari rumah menuju Candi Borobudur tinggal duduk manis di bus pariwisata. Dapat 3 kali makan, di restoran pula. Lelah pun bisa langsung tidur nyenyak di hotel maupun vila. Sementara, saat saya, Teuku dan dua orang teman lainnya memutuskan ke Candi Borobudur dengan backpacking, ada pengalaman berbeda yang kami terima.

Kami berempat harus mulai perjalanan hemat dari Malang ke Magelang dengan perencanaan matang. Demi menghindari macet kami memutuskan berangkat malam. Sebuah pilihan yang menguntungkan karena kami jadi tak perlu mengeluarkan dana untuk bermalam. Tak sampai di situ. Demi meminimalkan anggaran, bus ekonomi Malang-Surabaya kami pilih. Sebab, bus Malang-Yogyakarta hanya tersedia kelas bisnis yang cenderung mahal.
Sialnya, sesampai di Terminal Purabaya Surabaya, bus terakhir Surabaya-Magelang telah berangkat. Kami akhirnya memutuskan rute lain menuju Candi Borobudur, dengan menaiki bus ekonomi yang masih ada, yaitu Surabaya-Yogyakarta. Usai 8 jam perjalanan kami tiba di Terminal Giwangan Yogyakarta atau sekitar jam 5 pagi. Dari sini kami sudah menghabiskan Rp80 ribu per kepala.
Perut keroncongan di pagi hari, nggak lantas dapat sarapan yang sudah siap saji. Usai mandi-mandi gratis di masjid Terminal Giwangan Yogyakarta, kami harus menyeleksi mana warung makan yang terjanglau, namun nggak sembarangan. Lebih baik lagi makanan lokal. Prinsip kami, biar sederhana yang penting bergizi, sehingga bisa dongkrak stamina buat berjelajah. Ketemulah nasi gudeg plus teh manis yang begitu nikmat. Terhitung pengeluaran kami sudah Rp90 ribu per kepala.
Sadar jika sedang backpacking, kami pun nggak mau terbuai dengan pemandangan turis-turis yang siap berkeliling Jogja dengan bus pariwisata. Sebaliknya, kami kudu sigap galang informasi, buka Google Maps, berpanas-panasan hingga adu argumen dengan para kernet hanya untuk memastikan bus yang kami tumpangi beneran jurusan Yogyakarta-Borobudur (plus harganya murah).

Dapatlah minibus yang semisal kernetnya nggak narik-narik sambil meyakinkan kami, ini adalah bus terakhir, niscaya kami nggak akan naik. Bus dari Terminal Giwangan menuju Candi Borobudur yang kami tumpangi berjenis minibus. Tanpa AC, tapi ada AJ alias Angin Jendela. Harganya memang bikin kami mupeng, tetapi jangan bayangkan rupa bus seperti Trans Jogja. Melainkan 11:12 dengan metro mini Jakarta yang sudah uzur personanya.
Lebih parahnya lagi, bus nggak hanya reyot secara penampilan, tapi juga secara performa. Imbasnya, saat jalan menanjak sempat-sempatnya bus berhenti dan gelinding mundur. Untung remnya nggak blong. Anehnya, penumpang di sebelah saya dengan enteng bilang, “Nggak apa-apa kok mas, sudah biasa.” Dalam hati saya menimpali, bagi situ mungkin biasa, lha bagi saya yang sebentar lagi wisuda, nggak lucu kalau kenapa-kenapa.
Begitu juga saat jalan menurun. Entah saking tuanya, minibus ini pun sampai ‘menjerit’ saat direm. Saya dan teman-teman yang sedari tadi kayak dikejar sakaratul maut hanya menatap bengong para penumpang yang nggak ada gimmick panik sedikitpun. “Tom.. Tom… jangan-jangan yang naik tadi bukan manusia semua,” bisik salah seorang teman saya usai turun dari bus, yang kebetulan pernah melihat film horor ‘Kereta Hantu Manggarai’. Sebut saja namanya Jo.

Walau duduk kami terpencar-pencar saat di bus, tapi kami sama-sama merespon perjalanan tadi dengan waswas. Sebagai bukti, hingga turun dari bus kami berempat masih terlihat tegang dengan keringat bercucuran. “Backpacking ternyata kudu siap mental, ya.” Jo lanjut berceletuk. Dia memang baru kali pertama backpacking plus baru kali pertama pula ke Candi Borobudur. Padahal mulai lahir hingga kuliah di Tanah Jawa. Dasarnya memang nggak hobi traveling. Tapi, Teuku malah bilang ke dia, “Makanya jangan di rumah aja, beginilah serunya backpacking!”
“Seru, gundulmu. Setor nyawa kok, seru,” timpal balik si Jo. Setelah bersenda-gurau sejenak mengusir ketegangan, kami pun masih sempat-sempatnya saling menghitung pengeluaran. Di sinilah hemat dan pelit mulai bias statusnya. Tapi, demi hemat biaya ala anak kuliahan di tanggal tua, kami memang kudu komitmen untuk jadi backpacker yang perhitungan. Paling tidak untuk perjalanan kali ini. Total pengeluaran kami hingga sampai di area sekitar Candi Borobudur Rp120 ribu per kepala.
Karena bus ini turunnya di Terminal Borobudur, bukan di parkiran atau gerbang Candi Borobudur, maka kami perlu menyambung perjalanan dengan beberapa pilihan: jalan kaki sekitar 1 km, naik becak, naik ojek, atau naik andong. Opsi terakhir kami jadikan pilihan, sekalian bernostalgia naik andong – yang entah kapan terakhir kalinya kami, khususnya saya, lakukan. Kami hanya perlu merogoh kocek Rp15 ribu per kepala.
Setibanya di gerbang kawasan Candi Borobudur, Al, salah satu teman kami, langsung masuk antrean untuk membeli karcis. Dari kami berempat, Al satu-satunya yang pernah backpacking ke Borobudur. Tapi dulu lebih beruntung karena dapat bus Surabaya-Magelang, sehingga minibus yang bikin jantung mau copot tadi juga jadi pengalaman pertama baginya. Bagi kami semua.

Harga tiket masuk ke Borobudur waktu itu Rp30 ribu per kepala. Total, kami sudah mengeluarkan dana sebesar Rp165 ribu hingga bersiap jelajah Candi Borobudur. Namun, baru sampai di pelataran, gerimis pun mengguyur. Untung, sejak awal Al getol mengingatkan kami untuk bawa payung. Bukan untuk alasan kemayu karena takut kepanasan, tapi memang bulan Desember adalah puncak musim hujan.
‘Sedia payung sebelum hujan’ pun akhirnya nggak hanya sebatas peribahasa, namun betulan terasa manfaatnya. Di mana saat banyak wisatawan tunggang langgang mencari peneduh, kami malah asyik jalan menapaki tangga Candi Borobudur. Setelah sampai puncak, mata kami pun langsung berbinar-binar. Rasanya, pesona Candi Borobudur memang tak pernah hilang. Terlebih setelah perjalanan panjang yang tak seeksklusif kebanyakan wisatawan atau rekreasi saya sebelumnya, membuat kami merasakan sebuah kepuasan dalam menikmati indahnya Candi Buddha terbesar di dunia ini.
Penuh perjuangan. Penuh tantangan. Dan, penuh kenekadan. Karena dari Malang kami benar-benar hanya bermodalkan Rp300 ribu. Itupun masih sisa sekitar Rp50 ribu hingga kami tiba di Malang kembali. Komitmen untuk backpacking sehemat mungkin untuk menikmati indahnya Candi Borobudur akhirnya sukses kami wujudkan. Hingga menciptakan pengalaman berwisata ke Jawa Tengah yang begitu berkesan. Sembari tetap memegang payung di tengah hujan yang mulai agak reda, kami berlama-lama menikmati rupa Candi Borobudur yang menurut literasi punya 2.672 relief dan 72 stupa ini.
Sambil tersenyum, saya lantas mengamati ketiga ekspresi teman saya yang begitu senang bukan main dengan mata penuh binar. Terlebih Teuku dan Jo yang baru benar-benar mengamati pesona Candi Borobudur dari dekat di usia 23 tahun, di kala saya sudah bisa mewujudkannya saat usia 15 tahun. Bahkan, Al saat masih berusia 12 tahun. Namun, bagi saya usia nggak lagi jadi hal yang begitu krusial. Sekali ada kesempatan, menikmati Candi Borobudur akan selalu jadi idaman bagi mereka yang senantiasa menantikan.

Jadi, buat kamu yang belum pernah melihat langsung Candi Borobudur, nggak perlu berkecil hati. Sebab, tak ada kata terlambat untuk berwisata, termasuk menikmati Candi Borobudur yang selalu memesona. Belum bisa berangkat hari ini, kamu masih bisa datang esok ataupun lusa. Gusar dengan dana? Kamu bisa mulai merencanakan traveling hemat atau backpacking seperti kami. Yang pasti, bulatkan tekad agar bisa segera mengangkat ransel untuk menikmati indahnya Candi Borobudur dan juga berbagai tempat wisata keren di Jawa Tengah. Selamat bertualang!
—–
Tulisan ini diikutsertakan dalam lomba Blog Visit Jawa Tengah 2016 yang diselenggarakan oleh Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Provinsi Jawa Tengah @VisitJawaTengah (www.twitter.com/visitjawatengah)
Aku juga belom pernah kesini lho hahaha
SukaDisukai oleh 1 orang
Oya? Mampir-mampir wur, backpacking ala Tommy bisa dicoba 😎
SukaSuka
dulu pas SD pernah ke sini sekali, tapi masih mau lagi ~
SukaDisukai oleh 1 orang
yay! datang lagi… datang lagi…
SukaSuka
Selama 17 tahun hidup di dunia, aku juga baru sekali ke sana. Bisa nih nanti aku agendakan buat backpacker-an jugaa! Sama seseorang tercinta yang masih nggak tahu siapa. :(((
ini berapa hari di sana?
nggak nginep?
totap PP abis berapa?
SukaDisukai oleh 1 orang
Sama istrimu aja nanti – yang entah siapa. Ah, backpacking nggak nunggu nikah dulu kok. 🙂
Itu 2 hari 1 malam. Nginepnya di bus aja, makanya amblil bus malam. Kalau naik kereta agak kejauhan. Ambil bus surabaya-magelang aja. Totalnya Rp250 K aja kok.
Cobain deh, sesekali biar gereget.
SukaSuka
Ke borobudur sering, backpackernya belum pernah 😦
SukaDisukai oleh 1 orang
Wah ini, kamu kudu nyobain deh, backpacking sesekali, tuh bareng zaki 😀
SukaSuka
aku cuma sekali ke borobudur, ikut rombongan piknik jaman esde, gak ada fotonya, dan sudah lupa gimana rasanya menginjakkan kaki di candi termegah di dunia ini 🙂
SukaDisukai oleh 1 orang
Nggak usah diratapi kak, langsung berangkat lagi ke Borobudur dengan pose yang paling kece, hehe
Yang penting, hari ini, esok atau pun lusa, Borobudur masih tetap ok kok untuk dinikmati pesonanya (branding lagi) tapi memang beneran kok, hihi.
Ditunggu ceritanya, ya, kalo dah sukses menginjakkan kaki lagi di Borobudur.
SukaDisukai oleh 1 orang
hahaha… nggak meratapi kok mas, sharing…
pengen sih ke borobudur lagi, tp nunggu anakku gedean dikit
kalo lewat sih beberapa kali dari jogja ke ambarawa (rumah mertua)
SukaDisukai oleh 1 orang
hooo, istrinya orang Ambarawa? keren. Eh, aku ngider pake sebutan ‘mas’ dan panggil ‘kak’, karena kemarin pas ke Batam, Bintan, dan Palembang, panggil ‘mas’, eh orang-orang jadi pada ngeliat aneh. Sekarang dikaunya malah yang panggil aku ‘mas’. haha. Baiklah-baiklah. bagaimanapun aku tetaplah panggil kakak, karena ku keknya yang masih muda. eh.
SukaDisukai oleh 1 orang
wkwkwkw…. umur berapa tom? aku juga manggil kamu “mas” atau panggil nama hehe.. asal bukan mbak kan?
di jambi, riau, ke atas, cowo dipanggil abang, cewe kakak, anehnya, di sumsel n palembang khususnya, panggilan kakak tuh buat cowo, kalo cewe “ayuk”
yup, istri orang ambarawa, deket sm museum kereta api 🙂
udah pernah kesana?
SukaDisukai oleh 1 orang
Panggil saja tom, mas. Yang lain juga manggilnya tom kok. Yang pasti masih di bawah 25 tahun kok, mas (atau jangan-jangan usia kita sama, tapi kamunya yang nikah muda? #sinetron)
Owh, begitu. Catet! Cuma kadang mikirnya ‘Mas’ itu dah nasional, meski yg nggak biasa dipanggil mas jatuhnya awkward. hahaha.
Pernah ke Ambarawa, tapi pengen ke sana lagi. Soalnya, baru punya kamera yang agek cakepan (dikit), jd rasanya ingin mengawali petualangan baru lagi *halah.
SukaDisukai oleh 1 orang
sip tom, itu foto di profil waktu aku mantenan 5 tahun yg lalu pas umur 23 hehe.. keliatan masih muda yah wkwkwk #dikeplak
ow, kemaren kemana aja di ambarawa?sekarang ada wisata baru buat lihat rawa pening dr puncak bukit, namanya goa rong di tuntang sm eling bening
hehehe…iya, kalo sempat aku survey nama panggilan bapak,ibu,mas,mba di suatu kota, sm kata2 kotor daerah itu hahaha.. ya jaga2 aja mana tau diusilin sm temen :p
SukaDisukai oleh 1 orang
Masih Rawa Pening dan Museum doang kok, mas, kapan-kapan tak ke sana lagi dengan lebih intens.
Hooh, avatarnya ngibul banget mas, hahaha. Tak apalah, yg penting jiwanya masih muda membara. azeeek.
Ide bagus tuh, kadang mereka suka usil gitu memang. (mereka siapa??) 😀
SukaSuka
wkwkwk… sip sip… ditunggu kedatangannya 🙂
SukaDisukai oleh 1 orang
Siap!
SukaDisukai oleh 1 orang
iya nih. Blm pernah ke jogja. Pdhl jawa udh keliling :’)
SukaDisukai oleh 1 orang
Wiiiih… udah keliling Jawa. Keren.
Lha, tapi, ke Jawanya udah ke mana aja nih, Bang? *kepo
SukaSuka
Borobudur selalu membuat gw jatuh hati, meskipun sudah datang 9x tetep aja ada cerita.
Aku pernah 4 hari berturut2 datang ke borobudur tiap sore menjelang tutup, ditemani gerimis dan teh panas, cuman duduk di pojokan memandang meagh nya borobudur dan aku menemukan kedamaian
SukaDisukai oleh 1 orang
4 hari berturut-turut? Curiga om Toro penjaga Borobudur nih 😛
SukaSuka
Iya yang terima bayaran tiket ama bayaran sewa payung hua hua
SukaDisukai oleh 1 orang
Wah, sayang banget kemarin aku nggak minta foto bareng ya 😀
SukaSuka
Wowwww… memang walaupun sudah beberapa kali dikunjungi setiap objek pariwisata pasti punya sisi unik yang seru untuk tetap dijelajahi
Happy traveling
SukaDisukai oleh 1 orang
Betul sekali. Makanya nggak perlu lagi ada kecil hati jika belum berhasil berangkat hari ini. Masih ada hari esok atau lusa. Yang penting mulai jalan. 😀
SukaSuka
pingin kesana lagi .. yukk kpan mas tom hehe ..
SukaDisukai oleh 1 orang
Hayuk. 😎
Btw, blog baru nih, sampai mau bertamu nggak ada kolom komentarnya 😅
SukaDisukai oleh 1 orang
hahaha … mau bertenak katanya mas pesulap kemarin
SukaSuka
Eh, buset ternak. Udah ngelahirin berapa blog hari ini? 😅
SukaSuka
uda 5 .. hahaha
SukaSuka
Hmm, niatnya. 😂
Btw, ini siapa sih miminnya kabarngopi ini? Aku jadi belum ngeh dikau siapa 😅
SukaSuka
Cowok kece serambi mekkah hehe
SukaSuka
Plis ini cengirnes? *keplak 😂
SukaSuka
uda mas silakan bertamu … sambil ngopi bareng haha
SukaDisukai oleh 1 orang
salam cengirnes haha
SukaSuka
Awalnya aku sempat mikir, kenapa itu orang-orang kok pada payungan gitu naik ke atas Borobudur, kelihatannya gak panas-panas banget di fotonya. Oalaaah ternyata lagi hujan tho?
Mungkin asik kali ya menyusuri Borobudur di kala hujan gitu. Soalnya jarang-jarang aja aku dengar cerita orang yang menyusuri candi di kala hujan. Asal gak lagi banyak petir aja. Soalnya khan di bagian atas cukup tinggi.
SukaDisukai oleh 1 orang
Iya mas hujan, deres banget lagi. Untung pula nggak ada petir yang menggila, jadi hujannya romantis lha. 😎
SukaDisukai oleh 1 orang
#eeaaaa … Romantis itu tergantung jalannya sama siapa Tom hehehe
SukaDisukai oleh 1 orang
Gitu ya, keknya masternya romantisan nih 😎
SukaDisukai oleh 1 orang
Master Romantis, berarti gelarnya MR ya? hahahaha
SukaSuka
MR BaRT?
SukaDisukai oleh 1 orang
Boleh aja, asal bukan Ms atau Mrs 😀
SukaDisukai oleh 1 orang
Pleased to be friends with you, MR BaRT 😎
SukaDisukai oleh 1 orang
Me too Tom 🙂
SukaDisukai oleh 1 orang
jadi ingat beberapa tahun yang lalu mencoba hal baru dengan naik kendaraan umum dari jogja menuju Borobudur, pulangnya harus berjubel dengan para penumpang termasuk bule perempuan yang terlihat kepanasan dan berjubel karena ini merupakan angkutan alias bis terakhir yang menuju jogjakarta hehehe
SukaDisukai oleh 1 orang
Widih, kasian bulenya ya mas Hendi, mencair 😂
SukaDisukai oleh 1 orang
lebih ke mirip udang yang terpanggang, merah-merah gitu hehe
SukaSuka
Weh, siap makan dong mas, eh 😂
SukaDisukai oleh 1 orang
iya, kalau nggak takut kena gampar aja sih : )
SukaDisukai oleh 1 orang
Mayan kan mas kalo digampar bisa jadi bumbu tulisan di blog *makin ngaco*
SukaDisukai oleh 1 orang
Bumbu pedas gimana gitu ya..
SukaSuka
Atau dicabein biar jadi cabe-cabean *ini bahas apa sih* 😂
SukaDisukai oleh 1 orang
——-batas diskusi nggak jelas : ) ——
SukaDisukai oleh 1 orang
Tapi, topik yg lumayan ‘anget’ untuk obrolan pertama. Salam kenal, mas. (Ini nih budaya aneh, ngobrol dulu baru kenalan 😂)
SukaDisukai oleh 1 orang
kalau di daerahku (rumpun ngapak) disebut “ndopokan ndisit” alias ngomong ngalor ngidul dulu
SukaDisukai oleh 1 orang
Gue suke istilah loe *kesurupan jin gaol*
SukaDisukai oleh 1 orang
wkwkwkw…
SukaSuka
Wish mantep…. Jadi pengin maen kesitu lagi… fotonya kece abis…
SukaDisukai oleh 1 orang
Suip, terimakasih. 😊
SukaSuka
hahaha itu di flyover jombor kan??
saya sebagai penduduk jawa tengah malam belom sama sekali ke candi borobudur, eh kalo cuma lewat sih udah ding :’D
SukaDisukai oleh 1 orang
Iya, betul. Wah, orang Jateng mana mas?
SukaSuka
Sudah, Alhamdulillah mas. Waktu masih belum punya kamera dan jepretan di sana hasil dari kamera yang nebeng ke mas Iwan.. 🙂
SukaDisukai oleh 1 orang
Oya? Pernah pinjem kameraku Sony ijo itu ya. Emm, aku kok nggak inget, ya. 🤔
SukaSuka
iya mas, haha wajarlah nggak inget mas, udah agak lamaan juga kok. Itu kamera masih sehat mas?
Tapi emang mas, Java itu menarik, Indonesia itu menarik. Kesan ke Borobudur pertama kali, berasa nggak pengen balik, maklum di Kalbar nyari candi susah.
SukaDisukai oleh 1 orang
Masing² tempat kan punya ciri khas masing², kalbar ada Tanjung Puting yang fenomenal itu. 😀
SukaSuka
ke Kayong aja belum belum mas aku. Apalagi ke Tanjung Puting. Aksesnya agak jauh dri satu tempat ke tempat lain di sini mas. Tapi Insya ALLAH nanti dikunjungi 🙂
SukaDisukai oleh 1 orang
Aku mau ke Tanjung Puting, insyaAllah akhir tahun.
SukaSuka
o ya? Kabar-kabar mas. Dari Kalteng langsung ke Kalbar yak
SukaDisukai oleh 1 orang
Udah baca yang ini belum han: Demi Idul Adha di Masjid Agung Jawa Tengah – http://wp.me/p4PiLg-358
SukaSuka
Sempat baca sekilas mas. Belum selesai bacanya hehe
SukaDisukai oleh 1 orang
Jangan lupa mampir ke sana, ya. 😎
SukaSuka
Pas banget lagi cari2 info ini hehehe.. Postingannya sangat bermanfaat!
makasih udah share dan Salam dari Palangkaraya, kunjungi juga blog cemilan bukan-bukan, bukan keripik bukan kerupuk tapi gurih renyahnya bukan main-main.
Info order, reseller, dropship dan agen kontak via WA ke 082250295001 (mas tras)
http://www.sikribo.id
SukaDisukai oleh 1 orang
Salam dari Malang,
Wah camilannya enak nih.
SukaSuka
This is a impressive story. Thanks!
SukaDisukai oleh 1 orang
terim akasih sudah di bagi min
berapa biaya ke sana sekarang ??
SukaSuka