Jodipan: Favela Nano-Nano Ala Rio de Janeiro


2016_0806_04184300-01
Jodipan: Favela Nano-Nano Ala Rio de Janeiro [Fotografer: Iwan Tantomi]

Rio de Janeiro di Brazil memang terkenal sebagai daerah yang touristy abis. Nggak heran bila Pantai Copacabana yang tersohor itu selalu dipenuhi turis-turis dari yang rebahan, guling-guling di pasir, hingga tunggang-tunggangan (kuda kali). Popularitas Rio de Janeiro kian melejit saat jadi host Piala Dunia 2014. Dua tahun berselang, Rio de Janeiro pun kembali jadi pusat perhatian. Tepatnya tuan rumah Olimpiade Musim Panas 2016.

Pembangunan infrastruktur, terutama yang berhubungan dengan fasilitas olahraga pun nggak luput dibangun gede-gedean di Rio de Janeiro. Mulai venue utama, Stadion Maracana, yang dipermak ulang, hingga Kampung Atlet yang disenggol kritikan sana-sini karena dinilai tak layak huni. Berbagai isu dalam negeri Brazil juga nggak luput menghampiri. Sebut saja virus Zika dan demo penolakan Olimpiade oleh warga favela.

Santa Marta favela
Favela warna-warni di Rio de Janeiro [Sumber Foto: shopify.com]

FYI, favela ini sebutan wilayah urban yang dihuni masyarakat miskin terpinggirkan di Brazil. Dan, favela terbesar di Brazil berada di Rio de Janeiro, yaitu kampung Rocinha. Konon, demi membangun fasilitas semacam sport center terpadu sekelas Olimpiade, Pemerintah Kota Rio de Janeiro harus menggusur beberapa favela. Akibatnya, kesenjangan sosial antara si kaya dan si miskin hingga krisis kesejahteraan meningkat.

Karena masih belum ada solusi, makanya pas pembukaan Olimpiade pada 6 Agustus 2016, di luar stadion Maracana, justru ada sekitar 3000 masyarakat Brazil (yang notabene wong cilik) sedang melakukan demo. Rumit ya, pemirsa? Padahal kalau diingat-ingat, saat Piala Dunia 2014, Rocinha sempat terkenal sebagai kampung warna-warni yang menyita perhatian dunia saat itu. Bahkan, sampai ada tur favela lho di Rio de Janeiro.

9136689703-7eee058d52-k_54_990x660
Salah satu saudut favela di Rio de Janeiro [Sumber Foto: bestmedia.com]

Tapi, sudahlah, nggak perlu panjang-panjang bahas urusan ‘rumah tangga orang’. Toh di Indonesia sendiri sebenarnya juga banyak favela-favela sejenis. Bahkan, masih mending di Brazil, karena masih dipakek tur. Kebayang nggak sih kalian keliling kampung kumuh yang baunya kadang nancep di hidung nggak ilang-ilang? Gratis pun sepertinya begah. Kecuali ada yang mau ‘nyalon’. Cukuplah melihatnya di berita. Itupun masih seputar Jakarta. Padahal, favela di Indonesia hampir selalu ada di beberapa kota lain, termasuk Malang.

Sebagai kota yang nggak segede Surabaya, apalagi Jakarta, Malang juga punya beberapa favela lho. Kawasan yang paling terkenal sih ada di sepanjang Daerah Aliran Sungai (DAS) Brantas. Boro-boro mau tur ke sana, kadang dari atas jembatan saja bisa lihat orang ‘jongkok’ – bareng-bareng lagi. Tapi, wajah ‘buruk rupa’ favela tersebut sepertinya mulai nggak berlaku, semenjak ada kabar baik dari Kelurahan Jodipan.

https://www.instagram.com/p/BIzCbD2DpM8/

Terinspirasi dari Rocinha, sekelompok mahasiswa Ilmu Komunikasi dari Universitas Muhammadiyah Malang (UMM), menggagas inovasi daerah yang cukup menarik, yaitu mewujudkan rumah warna-warni di perkampungan kumuh tepi sungai. Bedanya, Jodipan jadi objek warna-warni bukan karena Malang mau jadi tuan rumah Piala Dunia apalagi Olimpiade berikutnya. Sungguh bukan! Ide ini hanya muncul sebagai proyek mahasiswa semester akhir. Ya, masih sebatas itu!

Beruntungnya, pabrik cat yang diajak kerjasama menyetujui. Dan, lebih beruntung lagi, masyarakat Jodipan yang tinggal di DAS tersebut bersedia rumahnya dicat warna-warni. Bahkan, mereka suka rela lho mau bantu ngecat. Pihak pabrik cat atau mahasiswa itu sendiri sepertinya membebaskan warga berkreasi. Jadilah Rio de Janeiro melipir ke kampung Jodipan.

2016_0806_04260700-01
Adek manis senang rumahnya sekarang bermotif warna-warni [Fotografer: Iwan Tantomi]

Rumah-rumah warga yang ada di RT. 6, 7 dan 9 Kelurahan Jodipan pun mendadak jadi cantik. Nggak hanya berwarna-warni, tapi juga banyak motif menarik kreasi warga sekitar.

2016_0806_04290600-01
Warga di kelurahan Jodipan sedang melukis bunga untuk mempercantik kampungnya [Fotografer: Iwan Tantomi]

Kalian pun bakal mudah menjumpai warga Jodipan yang mendadak jadi seniman saat main-main ke sana. Mulai gambar 2 dimensi hingga 3 dimensi, bisa banget dijumpai di sini. Jodipan pun layak jadi galeri seni dadakan.

2016_0806_04333200-01
Ada juga yang melukis bunglon 3 dimensi. Kreatif, ya? [Fotografer: Iwan Tantomi]

Walhasil, Jodipan pun kini ramai dikunjungi wisatawan. Kebanyakan sih anak muda sosmed, kekinian, hipster dan kawan-kawannya. Wajar sih, karena banyak spot foto menarik yang memang instagenic atau instagramable banget. Apalagi masuk ke sini G-R-A-T-I-S! Hanya ada kotak sumbangan yang bisa kalian isi sukarela, seikhlasnya lah, buat jaga kebersihan dan parkir.

2016_0806_04422400-01.jpg
Jodipan jadi wisata kekinian buat muda-mudi [Fotografer: Iwan Tantomi]

Nggak afdol kayaknya ada tempat instagenic tapi sepi mbak-mbak pegiat media sosial. Dari beberapa tanya-tanya singkat yang saya ‘lemparkan’ ke mereka, beberapa jawab kayak Santorini di Yunani. Padahal, Santorini warnanya cuma biru dan putih. Okelah. Nggak apa-apa. Namanya juga opini. Tapi, sebagian besar bilang Kampung Nano-Nano. Hah, kok bisa? Menurut mereka warnanya seger, fresh dan warna-warni kayak permen Nano-Nano. (Btw, kalian masih ingat permen itu nggak sih? #RIPNano-Nano)

2016_0806_04344200-01
Mbak-mbak penyanjung kampung ‘nano-nano’ Jodipan [Fotografer: Iwan Tantomi]

Well, evolusi (sudah kayak Pokemon aja) favela Jodipan ini memang nggak hanya sebatas jadi warna-warni aja. Sejauh saya memandang, perkampungan memang lebih bersih, menarik dan touristy. Bahkan, sampai ada toilet khusus untuk wisatawan lho. Warga sekitar juga mulai banyak yang buka usaha sampingan, seperti jualan minuman ringan, jajanan hingga nasi bungks. Kebanyakan warga asli Jodipan yang saya tanya ngakunya senang, karena kampung mereka kini dikenal banyak orang.

2016_0806_04380900-02
Beda generasi, nenek dan cucu yang tinggal di favela Jodipan [Fotografer: Iwan Tantomi]

Jodipan memang nggak segede Rocinha, tapi inovasi yang digagas para mahasiswa tersebut sudah sepantasnya diapresiasi. Sebab, bisa menjadi inspirasi buat anak muda atau mahasiswa lain maupun pemerintah di berbagai daerah agar turut menelurkan ide kreatif sejenis yang bisa membuat sebuah favela jadi ladang pariwisata untuk Indonesia.

Begitu pula dengan pabrik catnya. Meski ada pesan ‘promosi’, tapi perlu juga untuk disampaikan terimakasih. Karena bagaimanapun sumbangan cat merekalah yang bikin favela di Kota Malang ini jadi secantik Rocinha di Rio de Janeiro.

Nah, buat kalian yang mau main ke sana, mungkin inilah momen tepatnya. Sebab, catnya masih bagus, ngejreng, jadi lebih hidup jika difoto. Cuma, jangan bikin kotor apalagi bikin aksi konyol macam vandalisme maupun merusak. Please, jangan! Hargai kerja keras warga yang ingin menjalani hidup lebih baik. Untuk alamat Kampung Warna bisa cek peta berikut ini.

——

Artikel ini diikutsertakan pada Kompetisi Menulis Blog Inovasi Daerahkuhttps://www.goodnewsfromindonesia.id/competition/inovasidaerahku

Diterbitkan oleh

Iwan Tantomi

A strong walker who likes to travel and eat Indonesian foods. Also a professional editor, a blogger, a man behind the camera. And, wanna friendship with me?

54 tanggapan untuk “Jodipan: Favela Nano-Nano Ala Rio de Janeiro”

  1. ada nggak ya orang situ yang protes? seumpama udah capek capek ngonsep rumahnya minimalis moderen futuristik (meski deket kali) dan anti warna warna yang nge genjreng.. tapi harus dirubah total untuk jadi daerah wisata? lumayan kasihan sepertinya

    Suka

  2. Nah inovasi macam ini seru nih, selain membuat suatu tempat menjadi lebih indah juga mendorong peningkatan ekonomi masyarakat. Ya walaupun tidak menjadi daerah wisata misalnya, setidaknya khan perkampungan masyarakat jadi lebih sedap dipandang mata. Kalau misalnya main ke Malang, harus saya agendakan mampir ke Jodipan nih.

    O iya, salam kenal yaaa 🙂

    Disukai oleh 1 orang

      1. Baiklah ini jawaban seriusnya. Nama asli Bartian. Tapii, orang Indonesia itu sering salah sebut namaku jadi Bastian lah, Bachtiar lah, sampai ada yang Berlian lah. Makanya akhirnya biar gampang … panggil BaRT aja, kaya BaRT Simpson 😀

        Disukai oleh 1 orang

  3. jadi bagus sih kampungnya, tapi kok gw tetap lebih setuju kalau rumah yang sudah masuk areal sungai itu sebaiknya digeser lah biar aliran air sungai di masa depan tidak terhambat. apalagi beberapa dari kita masih punya kebiasaan buang sampah ke sungai. Tapi mudah2an masyarakat Jodipan tidak seperti itu ya.

    Disukai oleh 1 orang

    1. Sekarang sudah nggak buang sampah sembarangan kok kak. Idealnya memang begitu harusnya, tetapi menangani kasus sosial yang kompleks seperti itu memang nggak segampang yang diangankan. Kadang harus bertaruh nurani demi menegakkan apa yang dinamakan ketertiban dan keteraturan.

      Terimakasih sudah berbagi pemikiran yang bagus ya 😊

      Suka

Tinggalkan komentar

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.