
Sedikit cerita tentang kesan yang saya dapat usai iseng naik GoJek di Malang Raya.
Pernah naik GoJek? Bagi kalian yang berdomisili di kota besar seperti Jakarta dan Surabaya, mungkin pernah mencobanya. Kebetulan, saya pernah mencoba GoJek di dua kota besar tersebut. Menurut saya kehadiran ojek online ini cukup membantu.
Terlebih waktu itu, posisinya saya sebagai ‘tamu’ di kota orang dan butuh akses transportasi yang lebih lapang di tengah rapetnya macet jalanan. Dengan naik GoJek, ternyata saya nggak sampai telat. Semua agenda penting pun tak sampai terbengkalai.
Saya lantas berpikir, “Andai saja GoJek ini bisa hadir lebih merata di semua kota di Indonesia?” Pasti orang-orang yang demen transportasi publik bakal lebih bahagia, karena ada banyak moda transportasi yang bisa dipilih.
Ternyata, angan saya tersebut akhirnya terkabulkan saat GoJek mulai melakukan ekspansi ke lebih banyak kota. Salah satunya adalah Malang pada pertengahan Mei 2016.
Hadirnya GoJek di Malang lumayan membawa angin segar. Walau masih sebatas percobaan, tampaknya masyarakat cukup antusias menyambutnya. Terbukti dengan banyaknya mitra GoJek yang seliweran pagi-siang-malam sambil membonceng penumpang.
Muncul Keinginan Untuk Coba-Coba
“Kira-kira sama nggak, ya, GoJek Malang dengan GoJek-GoJek di kota lain?” Pertanyaan ini terus gentayangan, karena saking seringnya melihat GoJek Malang mulai seliweran.
“Tapi, mau ke mana, ya?”, lantas pertanyaan ini juga ikut bergolak di kepala. Dipikir-pikir ada benarnya juga sih. Kalau naik GoJek hanya dari rumah ke tempat kerja, terlalu dekat. Nggak sampai 15 menit paling sudah sampai. Mana bisa ambil kesannya. Mau muter-muter, jalan di Kota Malang, ya, itu-itu aja. Adanya, buang-buang duit tanpa ada tujuan.
“Kenapa nggak manfaatin GoJek buat nangkep Pokemon aja?” Tiba-tiba ada teman yang balik bertanya, saat saya bertanya kepadanya. Ide cemerlang sih, tapi, hape saya masih nggak support game berbasis Augmented Reality tersebut. *sedih*
Sampai akhirnya muncul ide untuk pergi ke Kepanjen. “Nggak ada tempat lain yang lebih kece gitu yang bisa kamu datengin? Batu kek?” Sanggah teman saya.
Pasalnya, Kepanjen memang bukan tempat wisata. Daerahnya jauh di Malang Selatan sana. Sudah bukan wilayah kota pastinya. Namun, saya tetap keukeuh menjajal GoJek buat ke sana. Sekalian silaturahim ke rumah teman, karena sudah lama diminta main ke sana.
Waktunya Tiba!
Setelah menemukan hari yang pas, akhirnya saya bersemangat untuk memesan GoJek kali pertamanya di Malang. Dan… jreng… jreng. Justru notifikasi begini yang muncul.
Rupanya, saking semangatnya, saya sampai abai jika batas maksimal jarak yang bisa ditempuh GoJek dalam sekali order adalah 25 km. Sementara jarak minimalnya agar bisa order adalah 6 km. Dan, dari Araya ke Kepanjen, jaraknya 26 km lebih. Pantes ditolak aplikasinya!
Di tengah sibuk utek-utek menentukan starting point di Google Maps, tiba-tiba saya dikagetkan dengan suara klakson angkot ke arah Alun-Alun Malang. Aha! Ketemulah starting point yang pas!
Melipir ke Angkot Dulu
Duit 50 ribu dengan 4 ribu di tanggal tua jelas kentara banget bedanya. Sama-sama menuju Alun-Alun Malang dengan jalanan macet, akhirnya saya pilih yang murah, 4 ribu aja naik angkot.
Nah, pas berhenti di lampu merah, saya yang kebetulan duduk menghadap ke jalan, karena kursi di dalam penuh ibu-ibu, nini-nini dan anak-anak, tak sengaja melihat mitra GoJek yang sedang transaksi dengan penumpangnya.
“Naik GoJek itu sebenarnya rugi, kalau dipikir-pikir.” Tiba-tiba seorang yang saya kira penumpang, ternyata kernet di samping saya, bicara. Mulanya saya nggak paham, si kernet pro atau kontra dengan GoJek. Tapi, karena tertarik dengan maksud perkataannya, saya lalu iseng melempar tanggapan. “Kok bisa, pak?”
“Iya, per kilo aja dikenai dua setengah (Rp 2500,- /km). Misal 10 kilo, kan sudah bisa kelihatan tuh berapa.”
“Iya, mirip taksi ya, pak.”
“Tetap saja rugi kalau menurut saya. Bandingkan dengan angkot, 4 ribu aja sudah sampai,” si kernet mulai ngotot.
“Tapi, kan sampainya lebih cepat, pak. Nggak sampai terkena macet,”sedikit agak ngotot.
“Halah, kalau sekarang nggak mau macet, ya, berangkatnya lebih pagi. Kalau pulang kan memang jam kantor, jalan pasti penuh. Paling-paling yang naik GoJek juga terjebak macet.”
Dipikir-pikir omongan si kernet ada benarnya. Semakin pagi berangkat kerjanya, semakin cepat pulangnya. Bebas macet lagi. Dah, hanya ini ‘quote’ yang saya ambil dari si kernet.
Selebihnya, hanya berupa curhat si angkot yang kalau saya ladenin berpotensi perang otot. Akhirnya, saya hanya manggut-manggut sambil senyum garing bak Walikota yang mendengarkan keluh-kesah warganya.
Untung, Alun-Alun Malang sudah di depan mata, jadi saya bisa menyudahi sesi curhat ini bareng si kernet.
Akhirnya, Naik GoJek Malang!
Tepat di depan Gereja Kayutangan, saya order kembali GoJek dengan tujuan sama, Kepanjen. Kali ini order diterima. Tak berselang lama, mitra GoJek pun datang menghampiri. Sekilas saya jadi keinget Dodit di serial OK-JEK.
Seperti dugaan saya, GoJek memang belum sepenuhnya populer di Malang. Begitu saya pakai helm GoJek dan mulai jalan, hampir setiap pasang mata, baik di trotoar maupun di jalan raya saling memandang kami. Untung saya pakai masker, jika tidak, pas ketemu orang yang saya kenal terus diteriaki sambil dadah-dadah, bisa tujuh rupa tensinnya.
Saya pikir hanya dilihatin pas baru naik dan jalan saja, eh, nggak tahunya sepanjang jalan kenangan dilihatin terus-menerus. Akhirnya, agak sedikit usil saya manggut-manggut sok ramah ke kiri dan ke kanan kayak presiden yang menyapa rakyatnya di pinggir jalan.
Masuk ke Kepanjen, perhatian ternyata makin menggila. FYI, Kepanjen merupakan pusat pemerintahan Kabupaten Malang. Jika dihitung-hitung, lebih banyak yang melihat kami daripada yang cuek membiarkan kami lewat selayaknya bapak dan anak. *apasih*
Dan, kian mengejutkan, karena setelah lama diam, si Dodit, eh, driver GoJek akhirnya bicara. “Ini kali pertamanya ada order GoJek tujuan luar (baca: kabupaten) Malang, mas.”
What?!! Pantes, jadi GR sendiri dari tadi dilihatin orang terus. Kirain sayanya yang ganteng – padahal pakai helm + masker. “Tapi, GoJek melayani Malang Raya kan, pak?”
“Iya, kok, mas. Cuma, mas Tomi ini yang pertama booking untuk tujuan di luar kotamadya.”
“Wah, saya dapat apa, pak?”
“Dapat apanya, mas??”
“Kan, dah bantu promosi sampai ke Kepanjen lho.”
“Oooh, dapat terimakasih, mas.” Terus si driver jawabnya datar standar tanpa terdengar senyum. Ngeflat mirip Dodit!
BTW, terpilihnya Kepanjen sebenarnya adalah faktor kesengajaan. Saya memang ingin melihat langsung bagaimana reaksi masyarakat saat GoJek yang biasanya mereka lihat di TV atau baca di koran, kini melintas di daerah mereka. Dan, betul saja, sebagian besar masyarakat di Malang (dari kotamadya hingga kabupaten) masih K-A-G-E-T.
Namun lebih dari sosoknya yang mirip Dodit atau Mas Mul di serial OK-JEK, si driver yang domisilinya di Pakis ini, memberikan pelayanan yang cukup memuaskan. Seperti memberitahu bila GoJek mengutamakan safety riding, memberikan masker dan penutup kepala, serta mengajak ngobrol dengan penuh keramahan.
Lelaki berusia 50 tahun tersebut juga mengaku, bila sejak dirinya gabung dengan GoJek perekonomian keluarganya menjadi lebih baik. Bahkan, beberapa anaknya juga gabung jadi mitra GoJek. Sebagai bentuk apresiasi, ‘5 bintang’ yang selalu dinanti-nanti para mitra akhirnya saya berikan deh cuma-cuma, tanpa kompromi. Well, sejak kemunculannya GoJek memang selalu jadi fenomena.
Yang jelas dari iseng-iseng ini pertanyaan saya jadi terjawab. Nggak di kota besar, nggak di kota kecil, sebenarnya mitra atau driver GoJek sama saja. Perkara, ramah-tamah bergantung dari watak dan pribadi masing-masing. Satu lagi, yang membuat fenomena Gojek Malang nggak beda dengan fenomena GoJek Jakarta, Surabaya atau mungkin di kota besar lainnya: jadi nilai positif bagi mereka yang bisa ambil manfaatnya dan jadi sumber nyinyiran bagi mereka yang lebih memandang sisi negatifnya. Sekian.
Itu baru drivernya yg blm pernah order ke kabupaten tom. Dari kurang lebih 10x aku naik gojek, ada yg order sampek batu, tumpang, kepanjen.
SukaDisukai oleh 1 orang
Sepertinya sih begitu, mungkin mau nyenengin pelanggan dengan (sok) beri kejutan
SukaSuka
helo mas Iwan Tantomi. saya dan teman-teman berencana backpackeran ke Malang dan Batu bln Maret ini. Nah, mobilisasi kami akan bergantung pada angkot dan Go-Jek. Dan saya mencaricari info soal ini blm ketemu-ketemu. Apakah mas tau, operasi Go-Jek di Malang dan Batu itu sampai jam berapa ya mas biasanya? dan apakah ada Go-Car?
SukaDisukai oleh 1 orang
GoJek biasanya 24 jam, GoCar belum ada, tapi ada Grab Car dan Uber.
SukaSuka
serius Go-Ride biasanya dua puluh empat jam mas? dan misal start point nya dari daerah Batu gitu, misalnya Jatim Park gitu, ada?
SukaDisukai oleh 1 orang
Batu belum begitu banyak sih, biasanya yg 24 jam (asal gak hujan) di Kota Malang masih ramai.
SukaSuka
Jatim Park kan mentok pukul 9 malam tutupnya, kecuali BNS.
SukaSuka
Oke terima kasih banyak ya…
SukaDisukai oleh 1 orang
Sama²
Kabar² aja kalau ke Malang,
Plus kalau perlu info tambahan langsung komen di sini. Nanti saya bantu semampunya.
SukaSuka
Okeee
SukaDisukai oleh 1 orang
menganggapi pak sopir angkot : kan ada go-pay pak, jadi murah hehwhwh
SukaDisukai oleh 1 orang
Yang ada langsung dikeplak sama supir angkotnya
SukaDisukai oleh 1 orang
wkwk
SukaSuka
Saved as a favorite, I like your blog!
SukaSuka
halo mas iwan.. saya mau kemalang akhir juni nanti klo dari bandara abdurahman menuju jatim park 2 apakah ada grab car atau uber yang mau ambil? apakah susah dapet angkutan online di bandara? ada tips ga? trima kasih mas.
SukaDisukai oleh 1 orang
Angkutan online sebenarnya ada, tapi jarang ada yang mau ambil dari bandara. Biasanya taksi konvensional dulu, bisa turun agak jauh dikit dari bandara. Misalnya bilang saja ke masjid blimbing. Nah, dari sana bisa langsung order ke Jatim Park 2.
SukaSuka
mas mau tanya, kalo balik dari batu ke malang apa ada grab car? saya baca berita yg beredar di google kok gojek grab dan online2 lainnya gaboleh ambil penumpang di kota batu ya? apa bener?
SukaDisukai oleh 1 orang
Banyak kok, baik Malang dan Batu kini sudah tersedia angkutan online macam GoJek dan Grab, yang juga bisa melayani kedua kota. Kalau yang dilarang itu mungkin cuma penjemputan di tempat yang ramai angkutan konvensional, seperti taksi, angkot dan ojek mangkal. Bisa chatting aja drivernya, misal minta jemput di mini market terdekat atau dari hotel lebih baik lagi. Kalau dari mal biasanya driver akan memberikan tawaran lokasi penjemputan dengan jalan dikit dari lokasi utama, demi keselamatan bersama. 🙂
SukaSuka
Menarik sekali.Kira kira gojek dijawa sama gak dengan gojek yang lain?
SukaDisukai oleh 1 orang
Sama aja selama vendornya sama, seperti Grab atau Gojek
SukaSuka
apakah cerita ini kejadian nyata?
SukaSuka
Saya mau wisata ngirit-ngirit nih mas ke batu. Walau sebelumnya dah pernah kesana. Tapi belum pernah ke BNS
SukaDisukai oleh 1 orang