Seolah tiada hari tanpa melotot dan marah-marah, sampai gukguk tetangga sebelah aja kalah
Wusyuuu, anak sekosan pun sampai hafal kapan jam tepatnya gelegar suara itu mulai menggelora menembus kamar per kamar di setiap lantai. Lucunya, materi yang diungkapkan ya sama itu-itu aja. Kalo nggak memanggil anaknya yang nggak mau bangun karena sudah siang, ya memanggil anaknya agar mau membantu masak untuk sarapan. Keduanya sama-sama disuarakan dengan oktaf paling tinggi, nggak heran bila teman sekosan menyebutnya jam beker alami. Hihihi!
Jika kalian mencoba menebak siapa yang sedang saya ceritakan di sini, jawabannya bisa dipastikan 100% benar. Orang tersebut tak lain dan tak bukan, ibu kos saya sendiri. Kadang saya sampai geleng-geleng, kok ya nggak capek gitu marah-marah dan melotot sampai tiga kali sehari. Di lihat dari ras, saya dan Bu Kos berasal dari suku yang sama, Jawa tulen. Mestinya kan bisa berbicara lebih kalem dan selow-melow gitu. Kontras banget dengan watak orang Batu yang mestinya adem ayem karena pengaruh iklim dan lingkungan sekitar yang sejuk.
Nggak ada hal besar yang menurut saya bisa memunculkan perkara. Setiap hari, saya selalu bisa memastikan diri bangun lebih awal. Kosan saya ada tiga lantai dan saya ada di lantai dua. Bagian paling bawah ditempati oleh pemilik rumah, jadilah kami bersapa ria setiap hari. Oleh karena selalu bangun lebih awal dari penghuni lainnya – termasuk dari pemilik rumah, saya bisa memastikan apa saja hal-hal yang bisa memicu genderang alarm yang sudah mirip suara Godzilla tersebut.
Di lantai bawah, Bu Kos memang bisa dipastikan menjadi orang yang pertama bangun – walau secara akumulatif tetap saya yang paling awal. Hehehe! Dan, untuk kategori suara pembukaan usai bangun tidur yang semestinya agak menye-menye, nggak berlaku untuk Bu Kos. Tanpa pemanasan langsung keluar suara menggelegar bernada tinggi, setinggi oktaf Mariah Carey. Mending enak, nyanyi aja nggak. Cuman muncul kata-kata, “Bangun sudah siang!”. Walau tujuan awalnya hanya untuk membangunkan putranya yang juga anak kuliahan, tapi keampuhannya sanggup bangunkan anak sekosan.
Berikutnya, giliran putrinya. “Bangun sudah siang!”, lagi-lagi kata-kata mujarab tersebut keluar bak auman Godzilla kelaparan. Herannya, putra-putri Bu Kos yang di lantai bawah sekaligus sasaran auman maut tersebut tidak segera bangun. Mungkin telinganya sudah mampet kali ya, karena keseringan kena loudspeaker. Sementara anak-anak kosan memilih untuk bangun dan bergegas mandi, karena Godzilla, eh Bu Kos yang semakin membabi buta (teriak-teriaknya).
Giliran sudah bangun, teriakan berikutnya muncul saat meminta anak-anaknya membantu memasak dan bersih-bersih rumah. Bahkan sampai berlanjut ke kamar mandi, karena adu mulut dengan putrinya – biasa cewek kan gitu, kalo mandi bisa sampek sejam, giliran dibilang lama malah ngomel-ngomel. Nah lho, ibu-anak kok sama aja! Jangan dikira ini hanya terjadi di pagi hari, siang, sore bahkan menjelang tidur pun lantai bawah selalu ramai bak lapas yang kedatangan biduan bohay.
Untungnya, saya dan mayoritas teman-teman banyak meghabiskan waktu siangnya di luar, baik untuk kuliah maupun kerja. Jadilah penghuni kosan, termasuk saya (khususnya) nggak begitu bising-bising banget. Hihihihi! Paling apes ya pas hari Minggu atau tanggal merah, yang semestinya bisa dimanfaatkan untuk tidur lebih lama, bila sedang nggak ada rencana liburan. Eh, malah sama aja dengan hari-hari biasanya. Saya sih berpikir positif aja, karena berkat auman dasyat tersebut cucian beres, kamar bersih, bisa olahraga pagi dan nggak nungging di balik selimut melulu saat weekend. Yeah!
Terlepas dari aumannya yang pada akhirnya lebih terkenal dari orangnya, Bu Kos saya termasuk pekerja keras. Bahkan saya cukup salut, karena selain jadi ibu rumah tangga, Bu Kos termasuk seorang pengusahan besar. Suaminya? Masih hidup kok, cuman lebih sering di rumah karena sakit-sakitan. Jadinya Bu Kos yang meneruskan usaha keluarga, walau kadang masih dibantu oleh Pak Kos. Mungkin itu juga yang membuat Bu Kos jadi uring-uringan, karena terlalu banyak hal yang dipikirkan hingga terbawa-bawa ke rumah dan meletus deh (merconnya)!
Di sisi yang lain, Bu Kos sebenarnya sosok yang baik hati dan peduli orang lain. Buktinya, saya dan teman sekosan sering dikasih makanan, enak-enak lagi. Soal tagihan, kasih empat jempol deh. Oleh karena terlalu sibuk mengurus usaha perkebunannya, usaha kosan akhirnya dilimpahkan ke putrinya, sehingga kami bisa sering nego-nego gitu kalo keungan sedang seret. Sebaliknya, perhatian Bu Kos dan Pak Kos seringkali ditunjukkan dengan mengajak kami diskusi soal berbagai keluhan – tanpa bertanya sedikitpun, “Sudah bayar tagihan belum?”.
Mungkin itulah yang membuat kami begitu betah tinggal di kosan ini, meski auman super tersebut hampir tak pernah absen membangunkan kami setiap pagi. Dari sikap Bu Kos yang keibuan nan perkasa itulah, anak sekosan sepakat memberikan penganugerahan (sepihak plus diam-diam) sebagai Bunda Godzilla. Hahaha! Oh… Bunda (Godzilla)… Atuuuut!
Smart Tips!
Cari kos yang nyaman itu penting, tapi lebih penting lagi bila kita bisa menjalin hubungan yang baik dengan pemiliknya. Itung-itung kan bisa kasih keringanan saat belum mampu bayar tagihan.